21 Desember 2008

The Power of Cinta

Sudah beberapa lama terlintas dipikiranku, setelah kubaca beberapa literatur akhirnya mengusik hati untuk segera kutulis.
Satu pertanyaan terbesarku saat menjalani ramadhan:
Apa tujuan Allah azza wa jalla menciptakan semuanya ini?

Tentu saja dalam kitab suci disebutkan untuk mengabdikan seluruh hidup kita kepada Allah. Seperti yang diajarkan Rasulullah tentunya. Ya, selama berabad-abad para ulama tidak mempersoalkannya. Toh kita kan hanya hamba. Tapi saat ku termenung beberapa waktu silam, aku sebagai manusia berpikir ...apa untungnya bagi allah ?... dalam pemikiran manusiaku ada beberapa opini:

1. Apakah Allah menciptakan alam semesta beserta isinya, materi, waktu, ruang, makhluk, surga dan neraka hanya untuk mengusir kebosanan? Aku berpikir “seandainya” aku di posisi allah, alangkah bosannya menjadi zat yang tunggal, memiliki kekuatan tak terbatas dilauar kungkungan waktu dan ruang. Lalu apa yang kulakukan? Ya aku menciptakan semuanya ini untuk mengusir kebosanan. Toh tidak ada ruginya karena kekuatanku tak terhingga. Lalu kuciptakan manusia sebagai lakon cerita utama untuk mengatasi berbagai rintangan untuk akhirnya dapat hidup di surga, puncak segala kenikmatan.

2. Apakah Allah menciptakan semuanya ini untuk mengenalkan dirinya kepada makhluk agar mereka beribadat dan mengakui kebesarannya. Lagi2, jika dianalogikan ibarat seorang raja kuat tanpa pengikut. Tidak ada yang mengakui kehebatannya, tidak ada yang memujanya, tidak ada yang memohon pertolongannya. Lagi2, faktor kesepian dan kebosanan. Tentu saja dua opini ini adalah opini dari sudut pikiran seorang mahluk yang sangat terbatas tingkat pemahamannya terhadap sesuatu yang diluar akal pikirannya bisa mencerna.

3. Apakah Allah menciptakan karena faktor x lain? Karena allah tidak membutuhkan makhluk, tidak punya keuntungan apa2 jika mahlukNYA menyembahnya, meminta pertolongan atau malah mendurhakainya, mencacinya dan menghianatinya. Allah juga tidak punya keperluan apa2 terhadap materi, waktu, dan ruang sebagaimana hambanya. Jika seandainya ada faktor kebosanan dan kesepian, maka itu bukannya sifat dari makhluk yang menandakan kecacatan dari kesempurnaan.
Hal itu seperti analogi : bisakah Allah menciptakan materi yang sebegitu masif beratnya sehingga Ia tidak sanggup mengangkatnya?. Sebuah kecacatan silogisme, absurd !. lalu apakah faktor x tersebut? Menurutku Itulah kekuatan CINTA.

Kenapa harus cinta, kenapa tidak ada yang lain? Seperti yang diajarkan bahwa manusia memiliki beberapa sifat allah termasuk cinta sehingga kita bisa merasakan keindahannya. Lalu apa definisi cinta? Cinta adalah suatu perasaan yang membuat kita melakukan apa saja demi menyenangkan orang yang kita cintai, kebahagiannya adalah kebahagian kita, kesedihannya adalah kesedihan kita. Satu hal yang masuk diakal bagiku dalah cinta. Allah tidak memeliki kepentingan apapun, lalu mengapa masih peduli pada makhluknya sedemikian besarnya sehingga mengirim rasul dan kitab suci. Bukankah kalau Ia bosan atau jengkel dengan sikap makhluknya, tinggal di “delete” saja?

Cinta pada makhluk
Cinta adalah anugerah terbesar yang diberikan tuhan terhadap menusia. Maka beruntunglah bagi orang yang memiliki cinta, karena hanya dengan cintalah hidup akan terasa lebih mudah. Cinta itu tidak dicari, tetapi ditumbuhkan. Kita bisa memberi tanpa menCintai, tetapi tidak mencintai tanpa memberi. Jadi pastikan dulu kita pantas untuk mencintai dengan memberikan yang terbaik dari waktu kita di dunia.

Mereka yang tidak menyukainya menyebutnya tanggung jawab,
Mereka yang bermain dengannya, menyebutnya sebuah permainan,
Mereka yang tidak memilikinya, menyebutnya sebuah impian,
Mereka yang mencintai, menyebutnya takdir.

Kadang Tuhan yang mengetahui yang terbaik, akan memberi kesusahan untuk menguji kita. Kadang Ia pun melukai hati, supaya hikmat-Nya bisa tertanam dalam.
Jika kita kehilangan cinta, maka pasti ada alasan di baliknya. Alasan yang kadang sulit untuk dimengerti, namun kita tetap harus percaya bahwa ketika Ia mengambil sesuatu, Ia telah siap memberi yang lebih baik.

Mengapa menunggu?
Karena walaupun kita ingin mengambil Keputusan, kita tidak ingin tergesa-gesa.
Karena walaupun kita ingin cepat-cepat, kita tidak ingin sembrono.
Karena walaupun kita ingin segera menemukan orang yang kita cintai, kita tidak ingin kehilangan jati diri kita dalam proses pencarian itu.

Jika ingin berlari, belajarlah berjalan dahulu,
Jika ingin berenang, belajarlah mengapung dahulu,
Jika ingin dicintai, belajarlah mencintai dahulu.

Pada akhirnya, lebih baik menunggu orang yang kita inginkan, ketimbang memilih apa yang ada.
Tetap lebih baik menunggu orang yang kita cintai, ketimbang memuaskan diri dengan apa yang ada.
Tetap lebih baik menunggu orang yang tepat, Karena hidup ini terlampau singkat untuk dilewatkan bersama pilihan yang salah, karena menunggu mempunyai tujuan yang mulia dan misterius.

Perlu kau ketahui bahwa Bunga tidak mekar dalam waktu semalam,
Kota Roma tidak dibangun dalam sehari,
Kehidupan dirajut dalam rahim selama sembilan bulan,
Cinta yang agung terus bertumbuh selama kehidupan.

Kebanyakan hal yang indah dalam hidup memerlukan waktu yang lama, Dan penantian kita tidaklah sia-sia.
Walaupun menunggu membutuhkan banyak hal - iman, keberanian, dan pengharapan - penantian menjanjikan satu hal yang tidak dapat seorangpun bayangkan.
Pada akhirnya. Tuhan dalam segala hikmat-Nya, meminta kita menunggu, karena alasan yang penting.

Analisis Cinta

Beribu-ribu manusia mengeja cinta sebagai keagungan rasa, banyak yang membenci karenanya, lebih banyak lagi yang memujanya. Kecintaan kepada manusia adalah rasa sayang yang dibalut kepedulian melebihi keegoan dirinya, berani membunuh rasa senangnya demi yang dicintainya. Tetapi lebih dalam lagi, menurutku sebenarnya cinta itu tak berperasaan seperti waktu. Ia tak peduli siapa dan mengapa orang mencinta, ia tak peduli menjadi ramuan obat atau racun bagi siapapun yang menenggaknya. Ia hadir sebagai karma, bagi setiap insan yang terlanjur jatuh pada keindahan raga. Ia adalah magnet yang menarik siapa saja yang terlalu dekat padanya, dan menolak siapa saja yang tidak tulus kepadanya. Intinya, cinta itu adalah alat, alat untuk manusia memahami keagungan sang Maha, alat yang bila tak mengerti cara memanfaatkannya hanya akan menjerumuskannya kepada sesal dan dosa.

Ketika seseorang jatuh cinta maka ia melihat dunia dengan kacamata cinta seburuk apapun keadaannya, begitu juga dengan seseorang yang sedang membenci akan memakai kacamata kebencian itu untuk melihat isi dunia secerah apapun keadaannya. Tetap saja kesemuanya adalah permainan perasaan, namun bila kamu sanggup mencopot kacamata itu apapun yang sedang kamu rasakan pasti kamu akan melihat sesuatu yang lain, sesuatu yang mampu merubah suasana menjadi lebih baik, sesuatu yang membantu mu menjadi seseorang yang lebih baik......percayalah !

Cinta kepada lawan jenis adalah takdir setiap manusia. Setiap jiwa selalu cenderung kepada belahan jiwanya, dan akhirnya saling mengikatkan diri dalam janji pernikahan. Orang bilang bercinta (sex) adalah puncak keindahan cinta. Makanya banyak yang memotong jalur resmi demi mengejar kenikmatan ini. Akhirnya banyak yang tergoda untuk mencicipi hadiah pernikahan ini tanpa prosesi seharusnya. Tidakkah mereka sadar, bahwa bercinta itu sekedar penambah rasa, bumbu yang seharusnya mengikatkan bahan utama masakan, yaitu cinta. Bukankah aneh jika kita lebih memilih memakan bumbu tanpa ada masakan utamanya? Semata-mata demi pemuas rasa. Bukankah itu hanya membuat mereka semakin lapar mata, sehingga semakin memburu mencari pemuas dahaga lainnya. Okey, bercinta itu berjuta rasanya. Tak ada yang menyanggah argumen ini, apalagi melakukannya dengan kekasih hari. Tetapi bukankah itu menjadi sia-sia jika tidak diikat dalam pernikahan. Ibarat mengendari motor, siapa saja (orang dewasa) bisa mengendarai motor, tetapi apakah setiap pengendara motor memiliki SIM dan STNK (juga BPKB) ?. yang berpikir praktis tentu bisa saja membantah argumentasi ini, tetapi jika terjadi sesuatu di jalan, bukankah Surat-surat itu yang membantu menyelamatkan kita dari terkaman preman berbaju hijau (polisi?) dan bisa membantu kita jika terjadi masalah hukum.

Kembali ke analisis cinta, hal terakhir yang ingin ku bagi adalah pelarian dari masalah cinta. Aku tak habis pikir kenapa banyak manusia tak lagi menggunakan kesempurnaannya untuk menyelesaikan masalah hidupnya (dan juga masalah percintaannya), mereka malah pergi ke paranormal, dukun, bahkan memohon bantuan jin dan setan. Padahal bila kita berpikir dari sudut pandang yang berbeda begitu banyak karunia tersembunyi yang ada dalam tubuh dan jiwa kita untuk dikelola dan dimanfaatkan. Mereka malah pasrah dan ambil jalan pintas menyelesaikan masalah (dan lebih ekstrim lagi “bunuh diri”). Aku percaya Tuhan takkan pernah menciptakan sesuatu sia-sia meskipun itu akan menyakitkan kita, aku yakin pasti ada akhlak mulia disetiap peristiwa, agar kita belajar, agar kita sadar, agar kita mawas dan semua demi kebaikan kita sendiri.

Tobe continued…..

Moral word :
1.Kita tidak bisa menghindari setiap lubang yang ada dalam perjalanan hidup kita. Begitu pula kita tidak bisa menghindari setiap orang yang tidak kita sukai. Hambatan itu selalu ada kemanapun kita menghindar, sama seperti orang yang tidak kita senangi. Yang bisa kita lakukan adalah menyiapkan diri agar bila kita jatuh dalam satu lubang, pastikanlah bahwa kita belajar dari pengalaman itu agar tidak jatuh di lubang lainnya. Kita pun tidak bisa selalu menghindari orang yang tidak kita sukai. Yang bisa kita lakukan adalah beradaptasi, berubah dan selalu belajar. Karena lagu kebangsaan dari hidup ini adalah perubahan, dan satu-satunya yang tidak berubah didunia ini adalah perubahan itu sendiri.
2.Kebalikannya, kita pun tidak bisa mengharapkan yang baik-baik selalu datang kepada kita. Kita tidak bisa mengharapkan orang yang kita sukai akan suka kepada kita. Harapan dan kenyataan bukanlah dua sisi koin yang sama, harapan adalah dua sisi koin yang sama dengan kegagalan. Jika koin itu dilempar, hanya ada dua kemungkinan yang mungkin muncul dan kemungkinan itulah yang kita definisikan sebagai kenyataan. Bagaimana kita menerima kenyataan menentukan bagaimana kita bersikap. Dan bagaimana kita bersikap adalah penentu bagaimana kita bisa menarik harapan tersebut kedalam kenyataan.