11 Februari 2009

Yang tertunda

Menjadi besar hanyalah lagu lama
Ketika penundaan ini melelapkan
Mempertaruhkan harapan pada penantian
Yang menjemukan, omong kosong...

Masih ada yang lain, katamu...
Tapi berhenti melakukan yang seharusnya
Akhirnya tidak gegas menjemput masa depan
Malah mencari alasan tutupi penyesalan

Berapa syair yang kau buat percuma
Tak ada yang datang cuma-cuma
Semua perjuangan dan doa
Tak ada yang sia-sia

Akhirnya, waktu itu tak berpihak
Umur itu membunuhmu perlahan
Hingga ucap penyesalan atau syukur
Menutup mulutmu selamanya

Sepenggal kisah menerangi perjalanan
Menginspirasi atau menakuti
Musim berganti tumpang tindih
Tetap saja tidak ada yang bisa menerka

Bagaimana akhir cerita

Yang tak terselesaikan

(Puisi kepada penyesalan)

Apakah arti kata mencintaimu
Jika aku tak bisa persembahkan yang terbaik
Apa maksud hati merindu padamu
Jika menuntunmu kembali saja tak mampu

Mungkin saja kita terlalu banyak berandai
Tentang makna kasmaran, tentang arti kodrat
Atau kita terlalu menyederhanakan persoalan
Seolah waktu akan meluruhkannya begitu saja

Jika saja dunia ini dibuat dengan kata seandainya
Niscaya ku kiaskan semua yang indah bagimu
Semua yang bisa ku miliki diperuntukan atas namamu
Tapi bukankah itu palsu, dan kita masih disini

Aku begitu menggebu mencintaimu...
Melebihi akal sehat menasehatiku
Aku begitu bernafsu menginginkanmu
Melangkahi keterbatasan kemampuanku

Mungkin aku salah menafsirkan raut muka
Sehingga kemurnian hati tercerai murka
Aku mengerti, kita masih belajar meraba cinta
Memperjuangkan sesuatu yang bernilai itu memang tak mudah

Yang aku mengerti, niat itu hanya omong kosong
Jika tak dilakukan, jika tak diperjuangkan
Sampai akhir zaman, khayalan tetap mengawang
Kenyataan selamanya adalah tempat kita bernafas

Semoga kamu mengerti, buah simalakama ini
Kenyataan itu bisa pahit dan manis
Tergantung bagaimana kamu mensikapinya
Masa sulit itu pasti datang, cepat atau lambat

Pupuskan sembab muka itu, aku masih disini
Jika asa itu sirna, berdua mari kita nyalakan lagi
Peganglah tanganku dan melangkahlah bersama
Dimana kita menggambar peta kehidupan,
... sedikit demi sedikit ...

Yang tak terselesaikan jadikanlah ladang
Yang kita semai benih harapan

03 Februari 2009

Arti syukur

Apa itu arti syukur? Bila diterjemahkan secara bebas berarti berterima kasih terhadap apa yang terjadi di diri kita. Tapi bukankah kita cenderung bersyukur ketika bahagia dan cenderung menyalahkan ketika tertimpa musibah? Lalu bagaimana syukur itu bisa masuk dan mengobati kesedihan? Hari ini aku baru saja pulang dari njagong di Graha Saba UGM. Makanannya memang kelas atas dan undangannya majemuk sekali. Aku lihat ada manusia yang mengambil makanan sebanyak-banyaknya seperti makanan terakhirnya. Ada yang sedikit seolah makanan itu racun, dan lainnya.

Yang kuperhatikan, hubungannya dengan topik ini adalah ada orang yang menerima kehidupannya seperti take it for granted, alon alon waton kelakon, urip koyo banyu mili. Bagi sebagian orang makanan gratis adalah kesempatan mengeruk sebanyak-banyaknya. Ada juga yang menganggap orang lain adalah serigala, baik dimuka tetapi menusuk dibelakang sehingga selalu curiga. Dan ada juga yang lainnya....

Mengapa manusia ingin mengeruk melebihi besar sendoknya? Mengunyah melebihi kapasitas mulutnya, mengambil melebihi tangkupan tangannya. Bukankah akhirnya sia-sia? Kalau dipikirkan, semua demi nafsu. Ya, nafsu yang selalu jika terus dituruti akan menjerumuskan kita dalam jurang penyesalan. Selalu ingini lebih, padahal apa yang sudah dimiliki belum tentu habis digunakan dengan maksimal. Jawabannya Cuma satu. Kurang rasa bersyukur !!!. syukur ibarat rem nafsu. Menyelamatkan diri dari kehampaan jiwa sekaligus memberi rasa aman pada hati. Aman dari rasa kompetisi nafsu sesama manusia.

Rasa syukur berbeda dengan pasrah. Pasrah berarti menerima dengan tidak berdaya. Syukur berarti mensyukuri berkah maupun musibah. Keduanya mempunyai kesamaan, yaitu rasa ikhlas. Tetapi yang satu menerima dengan berterima kasih dan yang satu menerima karena tidak ada pilihan lain. Jika harus memilih, manakah yang kau ambil? Setiap orang punya opini berbeda. Dan tidak ada yang salah dengan itu. Sejujurnya, tidak mudah untuk bersyukur, apalagi atas sesuatu yang tidak berkenan, sesuatu yang diluar ekspektasi kita sebelumnya. Butuh proses yang pasti, tetapi semua itu harus diawali dengan mengingat satu fakta.

Semua yang terjadi atas diri kita adalah kehendak yang diatas, sesuatu yang sudah ditulis dalam kalam. Dan Tuhan tidak pernah salah, maka apa yang terjadi atas diri kita adalah memang untuk diri kita, bukan kejadian kebetulan atau sedang apes atau mujur. Semua sudah digariskan. Sekarang tinggal bagaimana kita menyikapinya, itu saja....

Dengan mengingat fakta ini, maka iringilah dengan bersikaplah positif. Semua yang terjadi pada kita adalah ujian, dan Tuhan sendirilah saksinya. Jika ujian ini terasa nikmat maka nikmatilah dengan sewajarnya. Jika itu tidak nikmat maka tetaplah berusaha untuk menikmatinya, anggap sebagai proses yang harus dialami setiap manusia. Bahwa kita bukanlah manusia termalang saat ini. Bahwa ada orang lain yang tidak seberuntung kita. Maka lihatlah kebawah, jangan menengadah.

Memang tidak mudah, katakanlah ini hanya teori. Sebuah retorika omong kosong dari orang yang berlagak bijaksana. Tapi bukan berarti tidak mungkin tho?. Semua itu bisa terjadi asalkan kita MAU mengusahakannya. Sebenarnya tidak ada yang mudah di dunia ini, bahkan untuk bayi keluar dari kandungan sampai sakaratul mautpun tidak ada yang mudah. Dan disitulah muncul tantangan dan harapan. Karena manusia cenderung pemalas, jika tidak ada hambatan tidak akan berusaha maka cobalah sedikit demi sedikit. Genggamlah air niscaya itu akan terlepas dari tanganmu, tapi cobalah menciduknya dengan tanganmu. Bukankah esensinya sama, hanya pendekatannya saja yang berbeda, begitu pula dengan syukur.

Puisi kepada malam

Kutitipkan puisi ini pada selembar malam
Desau angin bercampur pekat awan
Yang tersisa padaku hanyalah rindu
Ku berharap engkau kelak merasa
I think I miss you

Entah sesal atau harap
Aku akui hasrat tak padam
Meski semalaman menghitung bintang
Dan masih terlelap memimpikanmu
I think I love you

I`m falling in love with you
Meski satu kisah belum tuntas
Aku menungguimu dibalik bulan
Agar dapat nyanyikan lagu tidur
Ingin datang padamu seperti hujan
Menumpahkan semuanya dalam satuan
Agar engkau tahu air di awan adalah untukmu

Jadilah bagian terindah
Dalam mozaik hidupku
Mencintaimu selama waktu
Maka pinjami aku kesempatan

hidup ini

hidup ini...
Hanya sekelumit desah
Mengelupasi pikiran
Dari malam-malam
Sesunyi perkuburan

Kita masih tak mengerti
Arti kehidupan
Sesempit petak sel
Seluas gugus bintang atau
Mungkin di antaranya

Sesederhana ketidaktahuan
Menjadi acuh atau ricuh
Ada apa di sana?
Menengadah pada jagat luas
Menunduk pada sebutir pasir
Semuanya begitu misteri

Selembar waktu, frekuensi, gelombang dan partikel
Satu kaki pada kebodohan dan kaki satunya pada logika
Menjadi tersesat pada misteri, terhisap pada lumpur hidup
Bernama rasa ingin tahu.

Akhirnya kembali pada lembar kusam kitab-kitab agama
Ada sesuatu di luar nalar, sekeras dan segigih apapun
Hanya ada tanya, kemudian tanya. Falsafah matahari...
Untuk mengerti kamu tidak bisa langsung melihatnya

Akhirnya tersisa satu. Apa arti hidup ini

Kamu

Ada kamu digemericik hujan
Jatuh menggelayut dari labirin kisah
Ada kamu di atas bulan sabit
Redup membasahi jalan gelap

Walau hati kita terhenti dalam kisah
Mungkin lapuk tertutupi waktu
Kamu masih menjadi tema
Kini membuatku kepalang
Dan segala kebencianmu atas diriku
Tak mengapa, asal ada kamu...

Seandainya

Seandainya aku terlahir kembali
Kuingin menjadi hujan, agar dapat
mempersatukan dua jiwa yang
saling memandang, namun tak kuasa bertemu
Antara bumi dan awan

Seandainya pun tak terlahir kembali
Kuingin menulis jalan tak berujung
Agar dapat menjelajahi
Dua hati di pelosok bumi

Dimanakah sebenarnya kamu bersembunyi?
wahai permata hati.......

Puisi Cinta yang Tak Selesai

Ajari aku
Membuang jelaga
Dengan senyummu
Duhai bintang malamku

Ajari aku
Mengeja cinta
Dengan tatapanmu
Duhai bulan hatiku

Aku sungguh jatuh hati padamu
Benerang wujudmu menyiangi pekatku
Sementara bayangmu melebur dalam angan
Menyisakan hari yang teramat

Berkala hadirmu
Membesuk mimpiku
Mengucap salam
Sambil tersenyum
Lalu berdansa
Menyisik awan

Kini aku meringkuk
dalam kegamangan
sewindu berlalu
tak sekalipun kujumpa dirimu

malam ini wajahmu menghantui
seperti siluman abadi
tapi berparas bidadari
turun ke bumi, renangi jiwa ini

bermain riak yang terlanjur tenang
Lihatlah ke sana, ada lembah air mata.

pecundang picisan

Berapa banyak duka
Yang kau sebar di sepanjang jalan
Mengaisi setiap puntung dupa
Mengumpulkan asapnya
Kemudian menelannya
Satu masa berganti
Mengapa membuang hidup
Mengemis hujan, menangisi tanggalan
Mengikis harapan dan menyembah nisan

Engkau menjumput yang tersisa
Dari pelataran makam
Sambil berkerudung hitam
Memurungi nasib
Sambil berbaju hitam
Berharap mati namun tak bernyali menenggak racun
Awan hitam menyangkut di desahmu

Akan tiba suatu masa
Saat tubuhmu retak
Oleh kesedihan dan derita
Saat nyawa di ujung mata
Engkau masih berharap
Mengulangi masa
Dan mentari tetap saja
Terbit dari barat
Tak menggubrismu

Cermin

Siapa yang mengajari?
Aku hanya meniru
Segenap lakumu
Akulah cermin
dan juga bayangan
mengikuti tubuhmu
dan setiap lakumu
padaku

jangan mengaduh
pula menyumpah
aku tak mengerti
apa dibalik tirai kalbu
aku hanya meniru
lakumu padaku

lantas mengapa marah
jiwamu resah
pada lakuku
tak mengertikah
baik burukmu
pasti kembali padamu
membelai atau menamparmu

abangan

Ke mana ayat pernikahan
Yang dulu kerap kau mantra
Di perhelatan dua setakdir
Saat ucap janji mengayuh bersama

Kini bias, kita sedang menari topeng
Kala Cinta di ujung ubun
segumul madu belum matang
terenggut atas nama kasih sayang

Mana mukamu,
Dalam sepertiga malam terakhir
Masih bersujud atau tergeletak
Kini aku tagih janjimu !!!

Kesucianmu pupus dalam gerimis
Tak tersisa kaummu setia mendengar khotbahmu
Mengapa tak hentikan saja kepalsuan
disela jemari berzikir, siapa peduli

tak sadarkah engkau?
Kini hujan dosa !!!!

bumiku hambar

Ku renungi setiap lorong gelap
Dalam kereta cepat mengejar matahari
Yang terlanjur terpapas pergi
Ditelan hingar bingar kemajemukan

Aku mulai jengah pada pena
Menulis dalam gelap, meraba yang tak terbaca
Meski penuh, meski utuh
Aku seperti menulis buku tanpa judul

Setiap lembar usang kuratapi
Kini aku terhenti pada sebuah koma
Aku kehabisan kata !, Tak tahu apa lagi apa yang harus ku tulis
Sementara kereta terus melaju tak peduli

Ada pekat menyumbat nafas, ingin berteriak tapi adakah yang peduli?
Semua membisu, terbungkam menghitung pundi kehidupan
Resah pada akhir perjalanan

*fajar*

Suatu fajar tumbuh merekah membuka pagi
Menggeliatpun tidak kala dingin menggedor di luar selimut
Orang tua berkata rezekimu hilang dipatok ayam
Kau seperti masih menikmati tetes terakhir mimpi di ujung bibir
Ternyata awang telah memberimu dosis surga

Berhatilah kala tersadar, candunya pasti luruh tersiram getir
Bangun !!, nafasmu sia-sia menguap di atas bantal
Masih banyak waktu tuk meneruskan di rumahmu kelak di petak perkuburan
Dan saat duha datang, kau masih sibuk mengemasi mimpi mengumpulkan nyawa

Tak lihatkah cangkangmu yang mulai tergerus
Jadilah manusia memandang jalan
Usaikan saja menatap awan
Pergerakannya lambat dan membuaimu hilang

Akhirnya penyesalan, hanya tersisa penyesalan.....

aku bukan nabi

Aku tak bisa menulis
Tentang dosa, tentang kelahiran
Aku tak bisa mengeja
Tentang sabda, tentang kematian

Lihat aku, masih abu-abu
Tanyakan bumi, ku bukan kanvas putih
Jangan katakan tuk sabar menunggu
Tahukah engkau kesabaran hanyalah kesepian tiada akhir ?

Saat banyak mengarungi waktu kau akan mengerti
Dunia ini relatif, hanya waktu yang meluruskan

Waktu hanya perulangan
Pagi, siang, sore, malam
Detik, menit, jam, hari, bulan, tahun
Lahir, merangkak, berjalan, berlari, kemudian mati
Kita masih hidup di bumi yang sama

Memuja
Memburam,
Terhembus puisi yang dibacakan angin

Maafkan aku

entah, cinta mana kini engkau genggam
di debar dadamu keping kisah berjatuhan
sementara di getar bibirmu kata menghunusku dalam
apakah lakuku atau engkau sudah muak padaku?

entah, apa yang bergemuruh dipikiranmu
tapi dari pandangan mata engkau bertutur
dan dari nada bicara kutangkap banyak pesan
begitu burukkah aku dimatamu?

entah, Masih ingatkah pada wajah lugu dan gelak tawa
Belum genap sembilan bulan hanya untuk merangkak
Atau ketika latah meniru satu kata, tanpa mengerti makna
tahukah engkau betapa repot mengeja ibu dengan pikiran tak mengerti bahasa?

Ingatlah aku hanya seorang anak
Bukan miniatur orang dewasa terkungkung dalam tubuh yang kecil
aku bukan anak ikan, begitu lahir langsung bisa berenang.
Aku juga bukan anak ayam, begitu menetas langsung belajar berjalan.

Aku banyak membuat kesalahan,
Dan engkau masih saja meluruskannya untukku
Mungkin engkau tak menyadari,
tapi di situlah aku terbata-bata mengeja kasih sayangmu

entah, cinta mana kini engkau genggam
di gelas yang hanya terisi setengah
atau mungkin kosong separuhnya lagi
aku tak dapat menebak bagaimana

Hardiklah keras jika engkau mau
Atau sekalian pecahkan saja gelasnya
Tapi jangan engkau buang yang tersisa
Dari kasih sayang dan cinta

Dan saat amarahmu padam
Ingatlah aku masih menyayangimu jauh di dalam
Karena ku tak ingin berakhir di persimpangan jalan
Sementara pintu surga masih terkunci di telapak kakimu

maka maafkan aku jika engkau masih sudi


pesan moral:
membuat kesalahan adalah hal yang biasa
tidak belajar dari kesalahan adalah sebuah kebodohan
tetapi memutuskan untuk tidak meminta maaf adalah kesalahan terbesar

"Kita melampiaskan 99% kemarahan justru kepada orang yang paling kita
cintai. Dan akibatnya sering kali adalah fatal".

Paradigma Penentu

Aku tulis renungan ini bukan berarti aku telah sampai pada tujuan itu, selayaknya banyak pegarang buku cepat kaya yang belum tentu sudah kaya. Kenyataannya kita semua masih belajar memahami diri sendiri untuk meraba masa depan. Ada begitu banyak rujukan tentang cara sukses di toko buku dan di internet bila kita mau melihatnya. Tetapi mengapa dari dulu selalu hanya ada sedikit orang yang sukses? Mengapa masyarakat yang peduli pada masa depannya belum mencapai kesuksesan seperti rujukan buku dan tulisan yang dibacanya?

Banyak motifator yang sukses menjual omongannya, tetapi sedikit yang sukses membawa penontonnya kepada kesuksesan yang dibicarakannya. Apakah karena perbedaan definisi kesuksesan? Ataukah para penonton itu lebih senang dibuai oleh motifasinya kemudian kembali larut dalam masalah kehidupan sehari-harinya?

Apapun alasannya, kita memang perlu selalu dimotifasi. Karena perjalanan hidup itu tidak mulus, banyak kerikil yang membuat kaki kita sakit, kita harus terus selalu disemangati agar bisa terus maju, alih-alih terus mengeluh kesakitan dan menyalahkan nasib. Daripada menyalahkan nasib, mengapa tidak merubahnya? Dari sinilah ingin kurangkai kutipan para motifator tenar dan kutambahkan dengan pemahamanku, semoga bisa menginspirasi untuk berubah.

Jim Rohn, salah satu motifator terkenal mengatakan bahwa “Nasibmu tidak berubah oleh keadaanmu tetapi berubah oleh pilihanmu”. Nasib kita tidak ditentukan oleh keadaan yang melingkupi kita tetapi oleh pemahaman kita tentang keadaan”, begitu pula kata Zig Ziglar. Nasib Kamu tidak ditentukan oleh apa yang terjadi pada diri Kamu (What ON) tetapi oleh apa yang terjadi di dalam diri Kamu (what IN)”, demikian kesimpulan John C. Maxwell. Kita bereaksi menurut apa yang kita pikirkan, bukan berdasarkan kenyataan itu sendiri.

We see the world as we are, not as it is.

Akar segala sesuatu adalah cara kita melihat. Cara kita melihat mempengaruhi apa yang kita lakukan, dan apa yang kita lakukan mempengaruhi apa yang kita dapatkan. Stephen Covey pernah mengatakan: "Kalau Kamu menginginkan perubahan kecil dalam hidup, garaplah perilaku Kamu, tapi bila Kamu menginginkan perubahan-perubahan yang besar dan mendasar, garaplah paradigma Kamu."

Cara kita melihat masalah sesungguhnya adalah masalah itu sendiri. Karena itu, untuk mengubah kehidupan, yang perlu Kamu lakukan cuma satu: Ubahlah cara Kamu melihat masalah. John Gray, pengarang buku Men Are From Mars and Women Are From Venus mengatakan, "Semua kesulitan sesungguhnya merupakan kesempatan bagi jiwa kita untuk tumbuh." Kegagalan dalam usaha bukanlah pilihan (choice), melainkan konsekuensi yang tidak bisa dipilih (not free to choose).

Kamu kan boleh memilih, tentulah tak ada satu pun manusia di dunia ini yang memilih kegagalan. Semua orang pastilah akan memilih keberhasilan. Prakteknya membuktikan, “We are the law of ourselves.” Artinya kita adalah apa yang kita persepsikan mengenai diri kita sendiri, oleh karena itu Mario teguh pun berpesan, Jika kamu ingin menjadi orang sukses, maka pantaskan usahamu agar bisa seperti orang sukses dan berperilakulah sepertinya. Robert Kiyosaki menyimpulkan bahwa kegagalan itu akan menjadi penghancur (demotivator, destroyer) bagi orang kalah (losers) tetapi akan menjadi inspirasi maju bagi para pemenang (winners).

Terakhir, Les Brown berpesan: “Jangan biarkan opini negatif orang lain tentang dirimu menjadi kenyataan di dalam dirimu.” Dihina orang lain tidak ‘capable’ kalau kita iyakan (kita gunakan sebagai demotivator) akan menjadi kenyataan di dalam diri kita tetapi kalau kita tolak (kita jadikan motivator untuk menjadi capable) tentu ini setidaknya akan mengantarkan kita menjadi capable, meskipun tidak semudah orang membalik tangan. Eleanoor Rosevelt berkesimpulan: “Tidak ada orang yang sanggup membuat Kamu down tanpa izin dari Kamu.”

Sebagai penutup, apapun yang kita lakukan dalam upaya membangun keberhasilan tidak akan terlepas dari mengambil resiko. Semakin banyak resiko yang kita ambil, semakin besar peluang kita untuk belajar dan tumbuh. Ini adalah puisi yang menginspirasikanku untuk berubah. Aku mendapatkan puisi ini dari salah satu buku motifasiku, semoga bermanfaat.

Tertawa beresiko tampak bodoh
Mengisak beresiko tampak sentimentil
Menggapai orang lain beresiko keterlibatan
Mengekspresikan perasan beresiko tidak sesuai harapan
Menempatkan banyak ide dan impian didepan umum beresiko kehilangan hal-hal itu

Hidup beresiko kematian
Baeharap beresiko patah harapan
Mencoba beresiko gagal

Namun resiko harus diambil karena bahaya terbesar dalam hidup
Adalah tidak mengambi resiko

Orang yang tidak mengambil resiko tidak memiliki apa-apa
Dan bukan siapa – siapa

Ia mungkin menghindari penderitaan dan kesedihan,
Namun ia hidup tidak dapat belajar, merasa, berubah, tumbuh maupun hidup

Dirantai oleh ketidakpastiannya, ia adalah budak
Ia telah mengorbankan kebebasaanya

Hanya orang yang memiliki resikolah yang bebas.


____________________
Daftar Pustaka :
dikutip dari berbagai sumber

Cerita tentang Keterpurukanku di suatu waktu

Apa terhenyuk saat kulihat kesalahanku telah menampar mukaku keras. Di kala itu, dengan keteledoranku mobilku terjatuh kedalam sungai. Bukan sungai yang dangkal, sungai itu sedang deras-derasnya, berdinding curam dan dalamnya lebih dari 2m, bagaimana cara mendereknya?. Mobilku pun terhanyut, benar-benar terhanyut seperti kain yang setengah mengapung dipermukaan. Waktu itu entah bagaimana perasaanku, satu-satunya yang kuinginkan saat itu adalah ini sekedar mimpi, mimpi buruk sekali. Setengah jam aku memandangi mobil itu yang terhanyut kemudian tersangkut dibawah jembatan, menggumam tidak jelas. Sudah jelas itu adalah kesalahan

Waktu itu, seperti badai gurun yang menghantam menyapu harapan dimukaku saat kejadian itu jelas jelas mempertontonkan semuanya. Aku malu. Dipermalukan oleh setiap pasang mata yang menoleh pada seongkok daging bernama aKu. Apa pikir mereka ?, benakku. Bodoh sekali yang mengendarainya. Dan mungkin seratus pemikiran negatif lainnya terpikir olehku seakan otakku seperti spon yang menyerap habis semua air dalam gelas.

Bergemuruhlah isi kepala dan dada ini dengan berbagai pemikiran yang mencoba memahami keadaan yang sebenarnya, seperti mengurai kemacetan lalu lintas yang terlanjur parah. Kurasa yang ada di kepala hanyalah ruang bagi penyesalan, tempat bermukimnya kaum pecundang, tempat dimana negatif adalah nikotin yang menggerogoti setiap sel paru agar merasa diterima. Entah mengapa, untuk kesekian kali keteledoran menamparku keras dengan penyesalan. Its my bad habit, i admid it. Setiap langkah, setiap detik pikiranku melayang dan membentur yang terlihat. Berulangkali. Kala itu tak ada yang bisa diguyonkan dari peristiwa ini, kesalahan seperti ini tidak mungkin lagi kujadikan bahan lelucon.

Keteledoran yang harusnya terpikirkan, menguap setelah berlalu. Aku tidak mencari pembenaran. Aku salah, dan penyesalan menagihku seperti bayangan. Mengikuti kala siang dan membekapku dalam setiap desah nafas malam. Aku tersiksa. Bukan karena verbal abuse cemoohan orang lain, tapi karena perulangan demi perulangan yang mengiang dikepalaku. Secuil demi secuil kejadian perih itu membentang di benakku seperti layar tancap. Aku tergerogoti setiap detiknya dengan inferioritas, kegelisahan dan kemalangan.

Sebuah buku mengatakan aku sedang menyiksa diri sendiri dengan belati waktu yang tak pernah berkesudahan, dan aku tak punya kuasa untuk melarikan diri darinya. Aku berharap dengan penyiksaan diri sendiri ini dapat mengurai rasa bersalahku, namun kenyataannya tidak demikian. Penyesalan yang berlebihan ini hanya menjadi lubang hitam yang menghisap habis nafas hidupku kedalam pusaran grafitasi kesedihan. Akupun merasa terpenjara sendiri dalam ruang akalku.

Kala itu, yang bisa menyelamatkanku dari keterpurukan adalah meditasi. Setelah mobil akhirnya bisa diderek dan dibawa ke bengkel, setelah semua kerumunan massa itu habis menyisakan aku dan mobilku akhirnya aku baru bisa sedikit tenang. Aku merenung dalam kesepian malam, diantara sajadahku dan derik melodi malam. Aku mengambil sisa-sisa semangat dari hati kecilku dan kukumpulkan dalam tangan yang memanjatkan doa. Tidak mudah memang, berkomunikasi dengan diri sendiri dimana semua kebohongan bisa terlihat, tetapi menurutku hal ini adalah satu langkah maju dari pada harus merajuk hati sendiri.

Buddha pernah berkata, kebahagian datangnya harus dari diri sendiri. Jika engkau tidak menemukannya maka engkaupun tidak akan menemukannya dimanapun didunia ini. Semua penundaan, semua penyesalan dan semua kekagagalan ada dalam setiap jengkal arteri takkan berubah menjadi kebaikan jika hanya membayangkannya.

Anyway, aku takkan menulis cerita ini jika tanpa moral lesson apa-apa. Apapun intrepertasinya bagimu, tapi buatku inilah kesimpulannya:
__________________________________________________

Dalam buku La tazan dikatakan, dunia ini selalu diliputi pertentangan. Tuhan selalu menciptakan dua jenis segala sesuatu yang saling bertentangan di jagad ini. Ada baik buruk, positif negatif, gelap terang, pria wanita, dll. Diatas itu semua, didunia ini akan lebih banyak tampak penderitaan dan cobaan dibanding kebahagian dan impian. Maksudku, dari semua hal yang terjadi memang kesialan selalu lebih banyak. Akan tetapi Tuhan juga mengisyaratkan bahwa dalam Kitab Suci lebih banyak ayat tentang harapan, janji, dan kabar gembira dibanding ayat tentang ancaman, duka dan kabar buruk. Artinya apa? Itu artinya kebahagiaan itu sebetulnya lebih banyak jika kita bisa mencarinya, memutuskannya. Meskipun di dunia ini tampak lebih banyak kesedihan dan kesengsaraan.

Sebuah buku lain berpendapat, pikiran (mind) seperti pesawat radio. Jadi sebenarnya pikiranmulah yang menyetel frekuensi negatif berulang ulang. Didunia ini walau sedikit namun masih ada kebahagian sejati dan itu semua bisa diperoleh dengan mengganti saluran ke saluran positif. Thats what you must do. Abaikan kabar buruk. Bad news is not good news!! Buang koran dan matikan chanel berita. Bacalah buku positif dan dengarkanlah orang positif, setidaknya begitulah orang-orang sukses bersikap.

M. Marcus. A, filsuf dan kaisar Roma dalam tulisannya, Meditation, menyatakan hidup kita adalah bagaimana pikiran kita mewujudkannya. Jadi, berfikir positif adalah cara membuat hidup menjadi positif atau melihat segala sesuatu yang lebih memberikan motivasi. Akan tetapi, berfikir positif bukan berarti memiliki keyakinan berlebihan yang tanpa menggunakan perhitungan, namun di sini lebih ditekankan pada cara menilai kembali segala sesuatu dengan menekankan pada segi yang positif.

Hhmmm, sepertinya kita jadi jauh dari topik utama diatas ya? Wes lha rapopo. Anyway, dibuku lainnya aku ingat ada perkataan “Isi pikiran melahirkan tindakan. Tindakan melahirkan kebiasaan. Kebiasaan melahirkan karakter. Karakter melahirkan “nasib”. Hubungannya, kalau dalam lima tahun ke depan kita masih tetap menemui orang yang bermodel sama atau membaca buku yang isinya sama, maka nasib kita otomatis akan sama. Tanpa harus kita kasta-kastakan sendiri sebetulnya hukum alam ini sudah membuat semacam pengkastaan berdasarkan kualitas kelompok manusia yang oleh para pakar ilmu pengetahuan disebut Hukum Asosiasi (The Law of Association) yang kira-kira bisa dijabarkan bahwa kita secara naluri akan berkelompok dengan orang yang sejenis atau setara kualitasnya dengan kita.

end note :
“Lingkungan memang tidak bisa mencetak diri kita, tetapi lingkungan yang kita pilih mencerimankan siapa diri kita”. Pendapat demikian sudah klop dengan petuah leluhur yang berwasiat: “Jika kau ingin mengetahui profil seseorang, tak usah kau tanya langsung kepada yang bersangkutan tetapi lihatlah lingkungan seperti yang dia masuki.”

02 Februari 2009

Why It Must Be Plagiatism ?

Sekedar uneg-uneg saja. Dijaman Internet ini semua informasi sudah jauh lebih mudah dan praktis didapatkan dibandingkan jaman dulu. Segi positifnya, informasi mudah didapat,negatifnya orisinalitas menjadi menurun. Banyak yang cuma copy-paste materi di internet tanpa diolah lagi. Hasilnya, kapan intelektualitas seseorang bisa maju ?
Memang benar bila kita tidak bisa mengelak untuk meniru ide orang lain untuk berkembang. Tetapi mengapa hanya meniru, itukan hanya membuat kita menjadi masyarakat peniru. Mengapa tidak mengolah tiruan itu dan menggabungkan dengan ide kita agar menjadi orisinil agar karya kita sulit ditiru.

“Tantangan bagi setiap orang adalah bagaimana membuang ide lama yang menghalangi realisasi ide baru bukan bagaimana menggagas ide baru”

Aku sendiripun banyak terinspirasi oleh tulisan orang lain di internet, tapi untuk menyadurnya begitu saja kedalam blogku itu persoalan lain. Blog itukan sebenarnya juga alat untuk melatih kemampuan kita mengolah informasi dan kecakapan menulis. Jadi kenapa harus mengesankan pembaca dengan kecanggihan tulisanmu bila itu saduran tulisan orang lain ? Perbaiki sedikit demi sedikit, walau jelek tapi orisinil. Permasalahan lain akan terselesaikan dengan sendirinya seiring pengalaman mengajari kita.

Ada perkataan yang aku pelajari dari buku. Katanya, masalah adalah kesempatan untuk belajar sesuatu yang baru. Kita tak bisa lari dari masalah selama nafas masih meniup ruh kita. Katanya lagi, masalah adalah kebalikan kebahagiaan. Cepat lambat, dimanapun, siapapun manusia itu pasti memiliki masalah. Ibarat roda kehidupan, kadang kita diatas kadang dibawah. Percaya atau tidak, pola berpikir menentukan bagaimana masalah itu diselesaikan. Karena itu, tidak ada orang sukses di dunia ini yang tanpa masalah begitu pula dengan orang-orang super kaya(ya setidaknya dia kan punya masalah bagaimana cara menghabiskan uangnya).

aku kira segini dulu.... tobe continued ?

Monkey See Monkey Do

Kadang ketika seseorang yang dekat di kehidupan kita mengecewakan kita, reaksi kita biasanya langsung marah, naik pitam bahkan memaki-maki dalam hati. Yang tidak kita sadari adalah bahwa dilain waktu ketika kita masih marah terhadap seseorang itu, seseorang tersebut secara tidak disangka-sangka menyenangkan hati kita, entah dengan pujian, perkataan atau perbuatan. Disitulah kita seharusnya mengerti, bahwa suatu hubungan tidak dapat dibayangkan hanya berisi cerita-cerita indah dan pengalaman yang menyenangkan saja. Ada kalanya hubungan tersebut dapat merenggang bahkan retak. Di titik inilah kita sering ceroboh mengambil keputusan, mempersangkakan yang tidak benar dan menyakiti lebih dari yang pantas.

Dulu kuanggap aku reaktif terhadap orang, pada kenyataannya bukankah kita semua demikian ?. Orang ibarat cermin yang berdiri dihadapan kita. Seperti kata pepatah "monkey see, monkey do". Apapun tindakan yang kita lakukan didepan cermin selalu memantul kembali ke diri kita, begitu pula dengan manusia. Ketika kita tersenyum pada seseorang yang tidak dikenal, kemungkinan besar reaksi orang tersebut adalah tersenyum kembali meski tak mengenal kita. Bila kita memarahi seseorang, reaksi yang dapat ditebak adalah orang tersebut juga terbawa emosi. Keuntungannya adalah, kita bisa mengendalikan perasaan kita untuk mengendalikan perasaan orang lain.

Jika kita ingin seseorang bersikap baik kepada kita, cobalah memulai lebih dulu dengan bersikap ramah, lalu perhatikan apa yang terjadi. Secara natural lawan bicara kita pun akan meniru. Tunjukan niat baik kamu secara tulus tanpa embel-embel.
Memang aturan ini tidak berlaku untuk setiap kasus karena harus melihat kondisi-kondisi yang mempengaruhinya. Namun setidaknya demikianlah yang berlaku pada umumnya.

Martin Luther Jr. Mengatakan “Api tidak bisa dipadamkan dengan api, hanya air yang bisa. Begitu pula rasa benci, tidak ada yang bisa mengurangi rasa benci kecuali cinta”.
Yang kusadari adalah kadang kita terlalu terbawa emosi sesaat dalam menghakimi hubungan kita dengan seseorang. Kesalahan dalam bersikap itulah yang sering membawa kita pada pertengkaran yang sebetulnya tidak perlu.

Memang benar perkataan Rasul bahwa didalam jiwa yang sedang marah, setan berteriak keras kedalam otak kita sehingga menuntun kita melakukan sesuatu yang kelak kita sesali. Setan begitu halus menjerumuskan kita, seolah-olah itu kehendak bebas kita. Karena Marah itu tidak dapat dihindari selayaknya emosi lainnya, maka karena itu Rasulpun mencontohkan, bila sedang marah, beliau pun berhenti berbicara sejenak kemudian mengambil nafas dalam. Jika masih belum reda, Beliau mengambil wudzu dan solat sunnah. Oleh karena itu dikenal oleh para sahabat bahwa bila rasul sedang marah maka Beliau diam, berhenti berbicara sampai reda bukan memaki.

Ketika suatu hubungan merenggang, otomatis yang kita ingat dari orang tersebut hanyalah kejelekannya semata, berprasangka buruk, mengakibatkan rasa benci yang meracuni akal sehat kita. Dan kita pun sering mengambil kesimpulan bodoh. Memang tidak mudah melakukannya, untuk sekedar mengatakan jangan langsung terbawa emosi, tenangkan pikiran kita baru mengambila keputusan. Karena itu contoh yang dilakukan Rasul itu patut dicoba.

Kesimpulannya, sadarilah bahwa kita sedang berhubungan dengan manusia, bukan dengan mesin. Manusia punya perasaan seperti kata Seurius "rocker juga manusia", teman akan merasa sakit bila kita sakiti dan akibatnya dia akan balik menyakiti diri kita dan bahkan akan menanggalkan kata pertemanan ke tong sampah. Berilah waktu untuk berpikir, tapi jangan terlalu lama. Jika kita yang salah, mengapa kita tidak mengambil langkah untuk meminta maaf, jika dia yang salah, mengapa tidak kita dulu yang meminta maaf. Buat apa mengakibatkan dia terus marah. Begitu berhargakah kemarahan kita bila ditukarkan dengan persahabatan itu?
Bukankah setiap orang memiliki ego? Dan ego seseorang takkan turun jika dilawan dengan ego kita, karena ego tidak ada batasnya maka turunkanlah ego kita, dengan demikian maka (normalnya) teman tersebut juga akan menurunkan egonya.

end note :
Ini adalah kutipan inspirasional yang kuambil dari salah satu adegan di serial smallvile. Renungkanlah maknanya dan temukan nilai persahabatan itu kembali....
"Someone is not your last conversation you with but the whole relationship you have been through with them".
-Jermen Rilke

01 Februari 2009

Writing Unconditional Love

awalnya aku ingin menulis, agar melupakan waktu
tak bersyarat, bukan berarti tak bermaksud
menginginkan sesuatu tetapi setengah berusaha
akhirnya sia-sia, terlupakan waktu

memperumit kata, katanya demi kepuasan sendiri
lantas buat apa menikam pena didada
jika tak ada yang memuji diri ?
Waktu tak bersahabat bagi mereka yang berharap keajaiban

tiga baris paragraf dikemas rapi,layaknya penjual mengharapkan pembeli
menunggu dan menunggu, sekedarnya saja melontarkan harapan
lantas apa? Jangan biarkan keinginan abstrak menjajah hati
memilih untuk terus menulis, atau berhenti disini saja....

Seperti simpanan waktu, bagi yang tekun mempersiapkannya, keajaiban datang dengan sendirinya

Kesempurnaan itu Absurd (kritik terhadap iklan)

Absurd....
Mencari Kesempurnaan dalam hidup itu konyol. Sebuah kemustahilan karena kita diciptakan dengan sempurna namun juga tidak sempurna. Ada batas-batas dalam hidup yang tidak mungkin kita tembus (seperti ide untuk hidup abadi atau kembali ke masa lalu). Orang yang mengejar kesempurnaan pada akhirnya akan kelelahan dan menemukan dirinya masih jauh dari sempurna. Jika Kesempurnaan itu ada, ia hanya membatasi kita untuk selalu menemukan hal baru, belajar dari kegagalan, merenungkan kebijaksanaan kemudian hanya menjadikan kita congkak, hidup dalam tempurung. Akan selalu ada langit diatas langit, berhenti disatu lapisan, melihat kebawah dan mendeklarasikan inilah puncaknya hanya akan mengurung akal kita untuk melihat kemungkinan apa yang ada di atas.

Kesempurnaan itu seharusnya bukan patokan keberhasilan, melainkan suatu ukuran untuk menentukan kapasitas diri kita sendiri. Bahwa hanya ada satu zat yang pantas menyandang kata kesempurnaan, yaitu Tuhan. Yang dapat kita lakukan adalah untuk senantiasa menjadi lebih baik, lebih pintar, lebih bijaksana. Dengan itulah kita bisa memecahkan misteri dunia terbesar, hidup untuk belajar. Akan selalu ada bahan baru yang tersedia di dunia ini untuk kita pelajari, keingintahuan adalah modal terbesar bagi seorang pembelajar dan kemauan adalah tangga untuk mencapainya. Dengan menjadi tidak sempurna akan ada ruang bagi hasrat untuk mengembangkan minatnya, oleh karena itu bersyukurlah dilahirkan tidak sempurna.

Takdir manusia adalah selalu ingin tahu, sifat bawannya adalah mempertanyakan segala sesuatu. Kadang manusia terbawa gairah untuk selalu belajar dan menemukan sesuatu yang mungkin tampak tidak ada artinya. Tapi jauh dibalik itu, manusia hanyalah ingin memuaskan rasa keingintahuan akan segala sesuatu, bukan hanya tampak mencari jalan menuju kesempurnaan.

Lantas mengapa manusia memuja kesempurnaan, atau setidaknya tampak seperti itu bila dilihat di televisi?
Menurutku itu hanya propraganda iklan, mekanisme cuci otak yang dibuat sedemikian rupa oleh para kapitalis sehingga dunia kita tak terelakkan lagi darinya. Iklan membuat seolah-olah manusia tampil tidak sempurna, dan akan menjadi sempurna jika memakai ini-itu. Dan lebih buruk lagi, karena iklan itu sedemikian rupa jenisnya dan masing-masing mempropagandakan caranya sendiri-sendiri, penonton seolah-olah dibuat untuk terus menerus merasa kekurangan, tidak percaya diri dan kecanduan bila tidak memiliki produk tertentu. Bukankah itu menyesatkan? Karena pada dasarnya kesempurnaan fisik dan akal itu sebenarnya tanpa dimanipulasipun sudah demikian cukupnya. Yang diperlukan adalah rasa percaya diri dan keyakinan akan kemampuan diri sendiri.

end note :
aku menulis seperti ini bukan karena anti kemapanan atau anti kapitalis, ini hanya keprihatinanku pada gempuran iklan di media yang tak henti-henti. Menjaga penampilan dan mencintai keindahan itu memang wajar, tetapi jika tidak dibatasi oleh kesadaran diri sendiri akan menjadi liar, konsumtif, hedonis dan materialistik.

Takdir

Takdir. Satu kata yang selalu diperdebatkan peranannya dalam garis hidup manusia. Ia seperti diamnya waktu yang mengalir melewati kita, ia seperti butanya dewi fortuna saat menghampiri manusia, ia seperti tulinya kematian ketika manusia merengek untuk diberi satu lagi kesempatan. Kita selalu menyalahkan takdir namun di lain waktu juga selalu mensukurinya, kita kadang tidak paham bagaimana Tuhan merangkai kata takdir dan selalu salah mengartikan maksud kata tersebut. Kita hanya mengerti bahwa kekuasaan takdir ada padaNYA.

Kita memang tidak akan mampu merubah apa yang telah terjadi, tetapi kita tetap berkuasa penuh atas apa yang dapat kita lakukan, untuk menjadikan apapun yang terjadi sebagai alasan bagi upaya-upaya terbaik kita. Itu bisa saja itu tidak mudah, tetapi toh ada saja orang yang mampu melakukannya, jadi mengapa kita tidak. Satu fakta yang tidak bisa terbantahkan adalah, setiap orang bertanggungjawab terhadap dirinya masing-masing. Orang yang bertanggungjawab terhadap dirinya adalah orang yang mengendalikan takdir hidupnya. Orang yang selalu menyalahkan takdir adalah orang yang akan selalu mengulangi takdir yang sama. Untuk itulah mengapa kita belajar sejarah, salah satunya agar kita bisa belajar dari para pendahulu kita, agar tidak mengulangi salah yang sama.

Dalam Agama diajarkan Takdir itu absolut, tapi kita bisa memilih jalan mana menyambut takdir tersebut. Benar bahwa semua yang ada di dunia ini sudah ditakdirkan garis hidupnya, sudah ada sistem yang mengaturnya. Tapi kita sebagai khalifah dimuka bumi dianugerahi anugerah terindah yang tidak dimiliki mahluk apapun. “Kehendak bebas dari akal”. Kita bisa memilih jalan mana yang mau kita tempuh, mau berdiri atau duduk, mau berlari atau berjalan. Takdir yang menanti di garis finish kita pun sudah tersedia, dalam lauful mahfudz, tinggal menunggu untuk kita jemput. Baik itu baik atau buruk, segala kemungkinan takdir itu sudah menunggu kita, persoalaannya adalah jalan (takdir) mana yang kita maui.

Kita bisa memilih pasrah dan menerima nasib (takdir), atau bangkit dan berusaha maju. Semua terserah kita. Namun ada satu garis besar yang tidak mampu dilalui bahkan oleh mahluk seperti malaikat, yaitu kita tidak mungkin keluar dari sistem. Karena takdir itu adalah sistem. Kita bisa memilih jalan mana yang mau kita tempuh, tetapi kita tidak mungkin mendahului waktu. Kita bisa memilih mau berdiri atau duduk tapi tidak mungkin mengingkari gravitasi yang selalu mengikat kita ke bumi. Kita pun bisa memilih mau berlari atau berjalan tetapi tidak bisa membelah ruang.

Takdir yang menanti di garis finish kita sudah tersedia apapun pilihan kita saat ini. Analogi gampangya, kita yang ada saat ini adalah hasil dari apa yang kita lakukan berulang-ulang pada masa lalu. Apabila kita ingin merubah takdir kita saat ini, maka kita harus mengubah apa yang kita lakukan berulang-ulang (kebiasaan) saat ini. Logikanya, bila kita ingin masa depan tertentu, itu artinya kita harus menyesuaikan dan mendekatkan diri kita dengan upaya-upaya untuk bisa meraih masa depan tersebut.

Jika Takdir itu seperti gravitasi dan berjalannya waktu, maka setiap hukum fisika yang berlaku adalah takdir, sebuah kekuasaan maha dahsyat yang dipelihara dengan sempurna oleh Tuhan. Kita sebagai manusia hanya buang-buang nafas untuk mencari celah mengingkari sistem yang tidak mungkin ditiru oleh mahluk. Satu-satunya hal yang mungkin dapat kita lakukan adalah membelokkan sistem tersebut. Membengkokkan sistem, bukan melanggarnya. Contohnya, takdir setiap manusia adalah melalui kehidupan kemudian menjemput kematian. Ini tidak mungkin dirubah, tetapi ada hal yang bisa kita bengkokkan misalnya, menunda kematian dengan ilmu pengobatan, mensegerakan kematian dengan senjata api, dll. Apabila kita tidak melakukan apa-apa pun (hanya menunggu takdir), takdir itu juga akan mendatangi kita. Tetapi bukan takdir yang kita harapkan. Takdir yang kita harapkan tersebut tetap ada, hanya saja tidak kita pilih. Singkat kata, jika Takdir itu sistem, maka pilihan kita itu adalah peluang.

Maka jangan berkata “karena aku tidak mempunyai apa-apa maka aku pasrah saja, tetapi katakanlah karena aku hidup terbatas maka aku ingin maju, ingin merasakan hidup yang lebih baik lagi”. Jadikanlah keterbatasanmu kini sebagai alasan terkuat untuk perubahanmu. Itu jika kamu inginkan perubahan. Tetapi dalam setiap perubahan yang kita inginkan, berhentilah untuk menggapai perubahan demi mencapai kesempurnaan. Kesempurnaan itu hanya hayalan iklan dan imajinasi film. Faktanya tidak ada kesempurnaan hakiki di bumi ini.