21 Oktober 2008

Kesalahanku terhadap mimpiku

Kupikir mimpi itu penting, karena mimpilah yang menyelamatkan kita dari kegilaan hari-hari. Dengan mimpi aku merasa lebih ringan menjalani kehidupan ini. Maka entah sejak kapan ku mulai menyelubungi hari hariku dengan mimpi- mimpi. Setiap ada hal baru yang menawan hatiku kujadikan mimpi. Kuterus mencekoki akal sehat ini dengan mimpi – mimpi dan kata- kata “seandainya....”.Kupikir itu bagus mengingat kondisiku yang tidak memungkinkan untuk memiliki mimpi itu.
Hingga saat ini kumenyadari bahwa itu salah. Ku tergugah saat membaca opini Sultan Hamengkubuwono dikoran kompas tentang kontroversi parkir alun- alun utara. Ternyata pola pikirku tak ubahnya dengan percaya klenik dan tahayul seperti yang masih menjangkit masyarakat jawa pada umumnya. Sultan mengatakan bahwa percaya klenik tidak akan merubah kenyataan. Alun alun utara yang dipercaya memiliki kosmologi religius telah disalah artikan sebagai tahayul bahwa tidak boleh mengubah apalagi membangun sesuatu diatas maupun dibawahnya. Kondisi kumuh diatas alun alun adalah realita yang harus diselesaikan. Namun karena tahayul yang ada maka terjadi pro kontra kalau seandainya dibuatkan parkir dibawah tanah alun-alun.
Anyway, aku menjadi sadar bahwa ternyata dengan bermimpi tidak akan menghapuskan kenyataan pahit yang ada didepanku. Ku ingat kalau ku tertimpa persoalan yang kulakukan pertama adalah berkhayal (“Seandainya saja,,,,”) sampai akhirnya aku kehilangan kesempatan untuk memperbaikinya. Sama seperti klenik, ketika ada masalah yang berhubungan dengn hal mistis, pasti yang dipercayai adalah tahayul yang berhubungan dengan masalah tersebut, bukan segera mencari penyelesaiannya secara logis. Contohnya, ketika seseorang terkena sakit yang aneh, pasti langkah pertama adalah membawanya ke dukun, bukan kedokter. Padahal bila dinalar secara logis, dukun hanya bermodalkan mantra-mantra saja bukan pengetahuan yang bisa dinalar secara logika.
Bila dipikir – pikir kasusku hampir sama dengan percaya tahayul. Selama ini yang kulakukan adalah terus berkhayal sehingga lupa dengan masalah sebenarnya yang ada didepanku. Sehingga pandanganku berubah menjadi tidak masuk akal, kuberjalan dengan arah menuju khayalanku dan membuang masalah sebenarnya entah kemana, sampai akhirnya aku tersandung dengan masalah yang lebih rumit lagi. Dengan kata lain, aku adalah tipe delayer alias penunda nunda.
Yang kuingat dibuku, masalah adalah bola salju yang menggelining kencang kebawah, jika kita tidak mengantisipasinya sekarang, maka lama kelamaan bola salju itu akan semakin membesar hingga akhirnya menghancurkan hidup kita. Dan hidup ini penuh bola bola salju yang menerjang kedalam kehidupan kita setiap harinya. Pilihan kita adalah, menghentikannya sekarang atau mengabaikannya sampai bola salju itu benar-benar menghimpit kita. Hidup memang demikian, suka atu tidak. Disitulah peran mimpi sebenarnya, agar kita tidak menelan getir sendirian. Hmmm, alangkah bijaksananya jika hal ini aku lakukan....
Tapi itulah kebiasaan burukku, selalu menunda nunda, baru bergerak kalau sudah kepepet sehingga memaksa otak diporsir penuh (walaupun sampai sekarang aku masih bisa bertahan). Kubenamkan waktu hidupku dilayar komputer, menyendiri sibuk dengan hal-hal yang kusadari remeh sekali dibanding masalah utamaku. Teman-temanku menjadi jauh karena jarang bertemu, dan kumakin sibuk pada hal hal tidak penting, membuang-buang waktu dan menghancurkan hidup dan masa mudaku, oh alangkah malangnya....
Tadi sore aku bermimpi aneh, entah apa tapi membuat hatiku galau hingga akhirnya kutulis disini. Aku merasa hampa, sebenarnya setiap tengah malam aku terbenam akan masalah ini. Mau kemana aku ini? Sebenarnya apa yang aku tuju? Masa depan seperti apa yang aku inginkan? Pentingkah jika kulakukan semua ini? Wah, pokoknya banyak pertanyaan dasar yang sebenarnya terus menghantui hatiku.
Tapi diatas semua itu, satu pertanyaan yang membuat risau hatuku adalah, sampai kapankah harus kulalui semua ini. Perasaan hampa ini, kesendirianku ini, kesedihan dan amarah ini. Jika kuingat ingat sebenarnya hidupku jauh lebih baik jika kuturuti saja nasehat yang ada didalam buku-buku yang menjejali rak ditembok kamarku. Toh aku bukan orang yang kekurangan (meski bukan kelebihan kecuali berat badan dan dosa  ) dan orang tuaku juga adalah orang-orang yang berprestasi dan penuh perjuangan pada masa mudanya. Tapi entah mengapa setiap kali aku memikirkan itu yang ada dikepalaku hanya penundaan dan mimpi lainnya, sentah sampai kapan aku terbebas dai penjara lingkaran setan ini.
Saat ku ngobrol dengan eyangku, ku diingatkan lagi bahwa keluarga besarku penuh perjuangan saat mudanya hingga akhirnya sekarang semuanya sukses, seharusnya aku juga demikian. Apa lagi yang kutunggu? Haruskah kuhabiskan masa muda ini hanya untuk bermimpi dan menghamburkan waktu hingga ketika datang masa tuaku yang tersisa di pelupukku hanyalah air mata penyesalan? Dan orang orang yang ku sayangi harus menderita karena keterbatasanku, karena ku tak mampu penuhi harapan mereka. Lalu saat kuingin merubah sebagalanya yang tertinggal adalah tubuh renta yang tak pernah kuajari penderitaan. Akhirnya saat malaikat maut merenggut nafas terakhirku kumenangis dalam pengibaan, “Ya Allah, berilah hambamu satu kesempatan lagi”.
Kalau sudah begitu, mau apa lagi? Bukankah Allah.swt sudah mewanti wanti ;
“Dan mereka berteriak di dalam neraka itu: “Wahai Rabb kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan”. Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun.” (Fathir: 37)

Tidak ada komentar: