19 November 2008

Individualisme di negeri Sosialisme

Masih ingatkah dulu kita diingatkan untuk mendahulukan kepentingan bersama diatas kepentingan individu? Sepertinya saat ini rasa itu sudah hilang. Semakin banyak saja orang yang egois dan tidak peduli pada sekitarnya. Realitas yang dulu hanya terdapat pada kota metropolitan besar kini semakin jamak saja dijumpai di tempat lain
Menurutku ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini:

Pertama, pengaruh gaya hidup, iklan, dan terutama TELEVISI. Kotak ajaib yang sering menjadi racun bila kita tidak memfilter dengan akal sehat. Gaya hidup yang serba instan dan cepat melunturkan semangat tekun dan sabar, saat ini kita cenderung lebih suka melakukan segala sesuatu dengan proses instan. Bukan berarti ini jelek, hanya saja ada proses tertentu yang harus ditempuh bila ingin hasil lebih. Contohnya adalah budaya mengantri dan mendahulukan orang yang lebih tua. Coba saja lihat di fasilitas umum, kita sering melihat orang berebut antrian dan berdesak-desakan, padahal apabila kita tertib satu persatu maka tidak perlu pakai emosi dan kekerasan, toh apa bila berebut bukan berarti lebih cepat, yang ada hanyalah merampas hak orang lain (ciri-ciri orang tidak berpikiran maju).

Begitu pula iklan yang selalu mencekoki hidup kita kemanapun mata kita melihat di tempat-tempat umum. Iklan yang hampir pasti selalu menipu, menjanjikan fantasi dan utopia bagi jiwa-jiwa yang tidak memfilternya lebih dahulu. Bila kita sudah termakan iklan, bisa dipastikan akan terjebak pada budaya konsumtif, tidak produktif dan hanya menjadi sapi perah bagi industri iklan. Pesan yang ingin disampaikan hanya satu, ”telitilah sebelum membeli”. Apa yang baik menurut iklan belum tentu baik untuk kita, apa yang menjanjikan menurut iklan belum tentu sesuai kebutuhan kita. Jangan diperbudak oleh iklan, jadilah smart buyer

Televisi, hmmm..... mau dibilang apa lagi dengan benda yang satu ini.... TV adalah inti moderenitas (selain listrik tentunya), inti pusat hiburan masyarakat dan inti tempat cuci otak manusia. Satu dari dua orang yang bekerja pasti memiliki TV, ia sudah sedemikian pentingnya sehingga kita sering kecanduan tanpa kehadirannya. Coba perhatikan tayangan televisi nasional kita, apakah isinya ada yang benar-benar bermanfaat? Menurutku hanya 10% yang bisa diambil manfaatnya, sisanya program sampah yang hanya untuk memenuhi rating dan popularitas. Bahkan program berita pun sudah terkontaminasi dengan eksploitasi kekerasan, komersialisasi kriminalitas dan komentator yang tidak memberi pesan yang bermutu. Bicara soal sinetron? Tidak ada untungnya menonton acara ini. Dengan jumlah waktu yang sama, kita bisa melakukan hal lain yang lebih produktif. Kuis? Hanya 30% yang bisa kita serap ilmunya, sisanya adalah penjualan imajinasi kepada penonton. Film? Bila untuk hiburan, boleh-boleh saja. Tetapi bila harus ditunggu-tunggu, nanti dulu... toh bila ketinggalan bisa menonton di lain waktu, lagi pula bisa mencarinya di rental kan?

Kedua, pengaruh teman pergaulan dan keinginan menjadi trendseter yang sering kali salah kaprah. Apa yang sering menjadi trend adalah sesuatu yang berbeda, yang nyeleneh dan sering kali justru menghancurkan nilai-nilai budaya. contoh gampangnya adalah fashion. coba deh diperhatikan (terutama fashion wanita) akhir akhir ini. ditempat publik terutama mall sudah sering kita lihat perempuan memakai busana kurang bahan, entah kekecilan. dan mereka tidak malu untuk menunjukkannya. bila dipikir-pikir, ini pemandangan yang menyejukkan pandangan kaum pria. Namun apa benar demikian? menurutku itu justru menurunkan nilai kekaguman terhadap perempuan itu, menurunkan nilai kecantikannya dan menghilangkan rasa hormat terhadapnya.

Ketiga, pengaruh globalisasi dan global warming. Globalisasi membuat impor budaya tidak pakai kran lagi. Bila kita tidak membentengi diri dengan budaya kita sendiri bisa-bisa kita tersapu oleh arus gobalisasi ini, yang sering kali berlawanan dengan nilai moral yang kita akui. Sedangkan Global warming membuat iklim menjadi panas, dan panas membuat orang sering tidak sabar

Sebagai penutup, apa yang aku sampaikan ini bukan sebagai keluhan atau mempersalahkan sistem yang sudah ada. Kita sudah terlanjur tercebut dalam masalah ini bersama-sama. Toh tidak bisa menghindari air yang sudah terkena di badan. Yang bisa kita lakukan adalah melakukan perubahan pada diri sendiri. Ya, pada diri sendiri, bukan pada orang lain. Karena dengan memberi contoh kepada diri sendiri kita dapat menginspirasi orang lain untuk berbuat yang sama. Jauh lebih efisien daripada menyuruh orang lain tanpa memberi contoh terlebih dahulu.

Tidak ada komentar: