19 November 2008

Kebebasan sebagai fitrah

Seandainya saja manusia tidak memiliki kebebasan maka tidak ada surga dan neraka. Salah satu alasan Tuhan memperkenalkan “institusi” surga dan neraka kepada manusia adalah agar manusia mengerti bahwa manusia itu adalah mahluk yang memiliki pilihan. Dalam agama kita diajarkan bahwa manusia dari awalnya sudah dilahirkan untuk melihat dua sisi yang saling bertolak belakang. Manusia ditakdirkan untuk menentukan pilihan, atau lebih tepatnya memiliki kebebasan untuk memilih. Buktinya, ada surga dan neraka. Seandainya kita tidak diberi anugerah untuk memilih berdasarkan kehendak bebas prbadi tentu tidak perlu ada surga dan neraka, karena jalan hidup manusia sudah pasti arahnya. Karena manusia memiliki pilihan itulah berarti manusia memiliki kebebasan. Dan karena dalam kebebasan itu ada tanggung jawab, maka Tuhan pun memperkenalkan dosa dan pahala sebagai timbangan untuk menakar tanggung jawab manusia.
Lalu apa signifikansinya mengetahui hal ini? Toh dalam dunia yang semakin liberal ini pengetahuan semacam ini sudah mahfum diketahui. Ada beberapa ide yang ingin aku gelontorkan untuk menjadi pemikiran kita semua.
Pertama, adalah dampak langsungnya. Di alam demokrasi indonesia ada berbagai macam ide dan gagasan yang melahirkan beraneka ragam Organisasi Masyarakat (ormas). Masing-masing ormas mengklaim bahwa idenya yang paling tepat dan benar untuk diterapkan sebagai solusi ajaib yang dapat mengeluarkan indonesia dari ketertindasan. Padahal Allah sendiri tidak memaksakan bagaimana teknis pelaksanaannya. Al-Quran sebagai rekaman pesan Allah hanya berisi garis besar mencari jalan keselamatan. Allah tidak mengendaki jalan kebenaran itu harus lewat mana saja. Kata Quraishihab, jadilah muslim yang liberal. Dalam artian jangan berfikir sempit. Bukalah wawasan dalam agama dan muamalah dan cari jalan tengahnya. Islam tidak mengajarkan jalan menuju surga harus lewat jalan A. tetapi boleh lewat jalan B, C, D dst. (asalkan tidak keluar dari syarat yang telah ditetapkan)
Kedua, sebenarnya hidup ini mengikuti pilihan yang diikuti oleh manusia. Manusia mengikuti apa yang dilihat dan dipikirkannya dan membungkusnya kedalam realitas. Kita selalu mendefinisikan hidup yang dijalani dengan pilihan benar atau salah. Apa yang benar menurut kita selalu menjadi petunjuk arah yang kita tuju. Tetapi persepsi tersebut bisa saja berbeda dengan orang lain, oleh karena itu ada yang disebut kebenaran komunal. Kebenaran bersama yang dianggap sebagai sesuatu yang umum diketahui oleh orang banyak, maka lahirlah norma dan kemudian termanifestasikanlah hukum. Lalu apa kaitannya dengan bahasan ini?. Inti yang mau disampaikan adalah, Pilihan yang kita buat bisa jadi pilihan yang sama dibuat oleh orang lain, tetapi apa yang kita anggap baik belum tentu baik menurut orang lain. Jadi, memilih sesuatu dari sesuatu yang lain adalah hak asasi yang paling hakiki. Kita tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain apabila kita tidak ingin diperbuat yang sama.
Tidak ada batasan dalam alam pikiran, baik menyangkut kreasi seni maupun ilmu pengetahuan. Alam pikiran manusia terus berkembang seperti berkembangnya alam semesta. Ideologi lahir, berkembang kemudian digantikan ideologi lainnya. Apa yang benar menurut kita saat ini bisa saja salah di masa depan. Kita terus merevisi pemikiran kita (manusia) sendiri.

Maka dari tanggung jawab itu lahirlah dosa.....

Tidak ada komentar: