19 November 2008

Promosi yang menjerat

Pepatah "telitilah sebelum membeli" sering kali dilupakan konsumen bila melihat bujuk rayuan sales menggoda iman kita merogoh dompet.banyak yang terjebak tetapi ada juga yang merasa puas dengan janji-janjinya.

Ini Sedikit syaring pengalaman saja dengan yang namanya "Sales"...
Ini sudah kesekian kalinya aku termakan omongannya sales, sudah makan ati berkali-kali buntutnya.
Ceritanya begini, kasus yang paling sering adalah ketika sedang jalan-jalan, datang sales dengan senyum palsunya (dan kalau SPG kecantikannya) menawarkan produk/jasa ini-itu. Setelah muter-muter pembicaraan sering kali kepincut dengan produk yang ditawarkan.
Tapi ternyata setelah sepakat membeli produk tersebut, setelah dicoba sering kali kecewa dengan apa yang dijanjikan oleh sales. Segala omongan manis yang memuji-muji produk tersebut sering kali berbuntut kekecewaan karena imajinasi yang kita bayangkan jauh dari panggang dari api.
Parahnya lagi, sering kali setelah di komplain, sering kali diberi muka masam dan mengatakan yang intinya "barang yang sudah dibeli tidak bisa dikembalikan", atau yang lebih manis "tanyakan saja ke bagian ini-itu"
Duh, jengkelnya bila sudah begini. Seharusnya menurutku ya sales ybs yang menjelaskan karena kita kan awal tertariknya dari dia tho?

Anyway, this is the Lesson:
1. Beli yang dibutuhkan, bedakan yang merupakan kebutuhan dan keinginan, yang urgent dan yang sangat urgent. Kadang kala bila kita membawa uang tunai (atau setidaknya merasa memiliki uang) sering kali mudah tergoda dengan bius seorang sales, atau lapar mata melihat benda-benda yang flashy.

2.Selalu tanamkan sugesti ke otak bawah sadar kita bahwa apapun yang disumpalkan sales ke otak "lugu" kita adalah belum tentu benar. Bukannya memupuk rasa curiga dan antipati, tetapi nasi yang sudah menjadi bubur sudah menjadi lagu lama bila terjadi.
Logikanya begini, Sales itu dipekerjakan untuk mengasilkan penjualan sebesar mungkin, dan perusahaan yang mempekerjakannya sering kali tidak mau tahu metode apa yang dilakukannya, pokoknya jual...jual..jual... Dari pernyataan ini kita bisa menarik asumsi. Pertama, sales akan melakukan segala cara agar setidaknya target penjualan tercapai dan sukur-sukur dapat bonus tambahan.
Kedua,bila barang sudah terjual (tekhnikly) artinya sudah bukan tanggung jawab sales lagi apa yang terjadi setelahnya dengan konsumen. Artinya, apa yang terjadi pada konsumen atau barang yang sudah dijual sudah bukan urusan saya... (karena ada target baru lagi yang harus dicapai)
Ketiga, konsumen yang sudah terlanjur termakan omongan sales tentu kecewa dengan kenyataan yang diterimanya karena banyak yang tidak sesuai harapannya. Artinya, konsumen pasti mengadu kepada sales yang bersangkutan untuk mendengar penolakan-penolakan dan alasan ini-itu yang akhirnya membuat konsumen tambah kecewa lagi.
Kesimpulannya, sebenarnya kita sebagai konsumen juga tidak bisa menyalahkan sales yang sudah menjadi pekerjaannya seperti itu. Walaupun secara etika dan moral seharusnya sales juga tidak menutup sebelah mata terhadap yang satu ini. Yang harus kita waspadai adalah kredibilitas perusahaan dibaliknya.

3. Sebagai Konsumen yang pintar kita harus selalu prioritaskan hal-hal berikut :
- Seberapa jauh kebutuhan kita terhadap produknya sales tersebut
- Utamakan "After Sales" sebagai ban serep jika ada masalah dikemudian hari
Ini berkaitan dengan kredibilitas perusahaan tersebut di masyarakat. After sales
bisa berwujud garansi atau layanan komplain, yang penting bukan sekedar isapan
jempol belaka.
- Kualitas barang apakah sesuai dengan uang yang dikeluarkan, berbanding lurus
dengan seberapa besar manfaat yang dapat kita ambil dengan memilih untuk
membelinya.
- Jangan mudah termakan omongan sales begitu saja. Karena apa yang baik menurut
sales belum tentu sesuai dengan apa yang kita inginkan, dan yang kita butuhkan.

4. Perusahaan tempat sales bekerja yang sudah mapan pun bukan menjamin layanan purna jualnya juga bonafit. Sudah hukum alam bila yang kuat (cenderung) menindas yang lemah. Lihat posisi kita dimata perusahaan tersebut, apakah kita pihak yang membutuhkan atau sebaliknya. biasanya bila kita di pihak yang lemah maka bersiaplah ditodong dengan perjanjian baku dengan klausula eksonerasi ini-itu. Contoh gampangnya adalah sales kredit bank. Bila menawarkan bukan main manisnya tapi bila telat bukan main galaknya. Bukannya telat itu perbuatan terpuji bagi pengutang, tetapi kan semua bisa dibicarakan baik-baik tanpa harus pakai centeng dan pasang muka masam. Sebaliknya, lihatlah pelayanan deposito bank. Lihat betapa manisnya sales merayu dan mengelola dana kita, seolah-olah khawatir dana kita takut diambil tiba-tiba.

Kira-kira begitu yang ingin aku sampaikan ke rekan-rekan semua, tolong komentnya ya...

Tidak ada komentar: