19 November 2008

Lapar Pengakuan

Kepada siapa aku marah
Apakah kepada mu ataukah
Justru kepada kebodohanku
Atas semua pilihan bodoh itu

Kepada siapa kutumpahkan kesal ini
Apakah kau bahkan peduli
Justru saat kupercayakan harapan
Atas kepercayaan kau menusukku

Kepada siapa kuadukan masalah ini
Apakah ada sahabat yang peduli
Kekesalan ini membunuhku pelan
Siapa, siapa, siapa disana yang peduli?

Akhirnya aku tiba di gerbang kesimpulan
Bahwa tiada yang peduli padaku selain aku
Tiada yang penting bagiku selain hidupku
Ke egoisan diri kini merasukiku, dingin...



Moral lesson...
Egoisme adalah hakekat menjadi manusia, setiap manusia pasti mementingkan yang lebih baik bagi dirinya. Oleh karena itu jangan marah bila melihat orang egois, toh dirimu sendiri juga sama (dengan memaksakan kehendakmu thd orang lain)

Solusinya adalah, tiada lain selain memberi... memberi dengan ikhlas dan senyum
Rasa pamrih hanya akan membuat ketulusan di wajamu luntur.
Manusia yang egois itu ibarat perut yang lapar. Lapar terhadap pengakuan orang lain, lapar terhadap pemenuhan eksistensinya di muka bumi, dan lapar terhadap persetujuan akan kebutuhannya. Orang yang sedang lapar cenderung tidak peduli terhadap apapun kecuali memenuhi rasa laparnya. Percuma saja melawan rasa lapar dengan rasa yang sama. Bila lawan bicaramu lapar maka jangan lawan dengan kelaparan yang sama. Logikanya, Berikanlah makanan kepada perut yang lapar, karena perut yang kenyang membuat pikiran tenang dan telinga mau mendengar.

Sering kali lawan bicara kita menuntut sesuatu bukan berarti ia membutuhkan sesuatu tersebut, tetapi lebih kepada pemenuhan kebutuhan akan pengakuan egoisme. Maka dari itu, berikanlah sesuatu yang dapat mengenyangkan rasa laparnya, baru membicarakan apa yang kamu mau....
di buku-buku self-help sering diulas: give and take. You have to give first than you can claim what you desire. or something like that lah intinya....

Promosi yang menjerat

Pepatah "telitilah sebelum membeli" sering kali dilupakan konsumen bila melihat bujuk rayuan sales menggoda iman kita merogoh dompet.banyak yang terjebak tetapi ada juga yang merasa puas dengan janji-janjinya.

Ini Sedikit syaring pengalaman saja dengan yang namanya "Sales"...
Ini sudah kesekian kalinya aku termakan omongannya sales, sudah makan ati berkali-kali buntutnya.
Ceritanya begini, kasus yang paling sering adalah ketika sedang jalan-jalan, datang sales dengan senyum palsunya (dan kalau SPG kecantikannya) menawarkan produk/jasa ini-itu. Setelah muter-muter pembicaraan sering kali kepincut dengan produk yang ditawarkan.
Tapi ternyata setelah sepakat membeli produk tersebut, setelah dicoba sering kali kecewa dengan apa yang dijanjikan oleh sales. Segala omongan manis yang memuji-muji produk tersebut sering kali berbuntut kekecewaan karena imajinasi yang kita bayangkan jauh dari panggang dari api.
Parahnya lagi, sering kali setelah di komplain, sering kali diberi muka masam dan mengatakan yang intinya "barang yang sudah dibeli tidak bisa dikembalikan", atau yang lebih manis "tanyakan saja ke bagian ini-itu"
Duh, jengkelnya bila sudah begini. Seharusnya menurutku ya sales ybs yang menjelaskan karena kita kan awal tertariknya dari dia tho?

Anyway, this is the Lesson:
1. Beli yang dibutuhkan, bedakan yang merupakan kebutuhan dan keinginan, yang urgent dan yang sangat urgent. Kadang kala bila kita membawa uang tunai (atau setidaknya merasa memiliki uang) sering kali mudah tergoda dengan bius seorang sales, atau lapar mata melihat benda-benda yang flashy.

2.Selalu tanamkan sugesti ke otak bawah sadar kita bahwa apapun yang disumpalkan sales ke otak "lugu" kita adalah belum tentu benar. Bukannya memupuk rasa curiga dan antipati, tetapi nasi yang sudah menjadi bubur sudah menjadi lagu lama bila terjadi.
Logikanya begini, Sales itu dipekerjakan untuk mengasilkan penjualan sebesar mungkin, dan perusahaan yang mempekerjakannya sering kali tidak mau tahu metode apa yang dilakukannya, pokoknya jual...jual..jual... Dari pernyataan ini kita bisa menarik asumsi. Pertama, sales akan melakukan segala cara agar setidaknya target penjualan tercapai dan sukur-sukur dapat bonus tambahan.
Kedua,bila barang sudah terjual (tekhnikly) artinya sudah bukan tanggung jawab sales lagi apa yang terjadi setelahnya dengan konsumen. Artinya, apa yang terjadi pada konsumen atau barang yang sudah dijual sudah bukan urusan saya... (karena ada target baru lagi yang harus dicapai)
Ketiga, konsumen yang sudah terlanjur termakan omongan sales tentu kecewa dengan kenyataan yang diterimanya karena banyak yang tidak sesuai harapannya. Artinya, konsumen pasti mengadu kepada sales yang bersangkutan untuk mendengar penolakan-penolakan dan alasan ini-itu yang akhirnya membuat konsumen tambah kecewa lagi.
Kesimpulannya, sebenarnya kita sebagai konsumen juga tidak bisa menyalahkan sales yang sudah menjadi pekerjaannya seperti itu. Walaupun secara etika dan moral seharusnya sales juga tidak menutup sebelah mata terhadap yang satu ini. Yang harus kita waspadai adalah kredibilitas perusahaan dibaliknya.

3. Sebagai Konsumen yang pintar kita harus selalu prioritaskan hal-hal berikut :
- Seberapa jauh kebutuhan kita terhadap produknya sales tersebut
- Utamakan "After Sales" sebagai ban serep jika ada masalah dikemudian hari
Ini berkaitan dengan kredibilitas perusahaan tersebut di masyarakat. After sales
bisa berwujud garansi atau layanan komplain, yang penting bukan sekedar isapan
jempol belaka.
- Kualitas barang apakah sesuai dengan uang yang dikeluarkan, berbanding lurus
dengan seberapa besar manfaat yang dapat kita ambil dengan memilih untuk
membelinya.
- Jangan mudah termakan omongan sales begitu saja. Karena apa yang baik menurut
sales belum tentu sesuai dengan apa yang kita inginkan, dan yang kita butuhkan.

4. Perusahaan tempat sales bekerja yang sudah mapan pun bukan menjamin layanan purna jualnya juga bonafit. Sudah hukum alam bila yang kuat (cenderung) menindas yang lemah. Lihat posisi kita dimata perusahaan tersebut, apakah kita pihak yang membutuhkan atau sebaliknya. biasanya bila kita di pihak yang lemah maka bersiaplah ditodong dengan perjanjian baku dengan klausula eksonerasi ini-itu. Contoh gampangnya adalah sales kredit bank. Bila menawarkan bukan main manisnya tapi bila telat bukan main galaknya. Bukannya telat itu perbuatan terpuji bagi pengutang, tetapi kan semua bisa dibicarakan baik-baik tanpa harus pakai centeng dan pasang muka masam. Sebaliknya, lihatlah pelayanan deposito bank. Lihat betapa manisnya sales merayu dan mengelola dana kita, seolah-olah khawatir dana kita takut diambil tiba-tiba.

Kira-kira begitu yang ingin aku sampaikan ke rekan-rekan semua, tolong komentnya ya...

No Body care

ini adalah keluh kesah ngeblog untuk pertama kalinya...

baru beberapa bulan ini aku belajar ngeblog sekarang baru tahu angin yang berhembus ternyata cukup besar, apalagi bila niatnya mencari uang lewat blog (itu bukan angin lagi tapai badai...)

1. ternyata mencari trafic itu susah juga ya. mungkin karena aku nol pengalaman soal urusan internet beginian. ibarat toko yang baru buka (dengan semangat yang menggebu) lalu setelah beberapa bulan ternyata tidak ada yang membeli (melihat-lihat) membuat yang mpunya patah arang. Oh well namanya juga newbee, asal tidak patah arang pasti ada saja jalannya. Perahu yang bernama pencarian makna ini akhirnya sampai pada pemberhentian pertamaku yaitu "keputusasaan", sejauh mana aku bisa menangani hal ini menentukan dimana pemberhentianku berikutnya. What a tiring journey indeed...

2. setelah ngeblog baru aku sadari betapa luasnya dunia internet ini. ada berjuta-juta blog yang sering direview orang-orang. dan mungkin lebih banyak lagi blog yang sepi pengunjung ( seperti punyaku ini). Mengapa mereka tidak mau melihat punyaku? Perasaan ini sering membuat aku down (thingking my self about how insignificant I am in this world). Ada tiga asumsi yang aku punya. pertama, mereka tidak tertarik dengan isinya. kedua, mereka tidak tahu eksistensi blog ini. Ya gimana bisa tahu kalo di gugle aj g ketemu, blogwalking aja g tau. Ketiga, menurutku apa urusannya orang-orang melihat blogku, bila memang tidak menarik?.
Well, semua memang butuh proses dan tidak perlu protes bila blog sepi pengunjung. masih banyak yang perlu diperbaiki, masih banyak yang perlu ku bagi agar orang-orang tertarik bertandang kemari. lagi pula, No body can run before they can walk. Yang artinya, semua orang juga pasti mengalami hal yang sama seperti aku saat membuat blog pertama kali. Jadi whats the poin of sulking and crying ??

3. ternyata persepsi awal yang dipengaruhi semangat menggebu untuk ngeblog sering salah kaprah. yang penting disini konsistensi dan promosi (itu yang coba aku pelajari sekarang).

LESSONS :
Anyway, inilah beberapa poin yang penting yang aku pelajari dari kesalahanku untuk diketahui oleh newbee blogger bila ingin sukses ngeblog

a. pilih namanya yang singkat, padat, jelas dan mencerminkan isinya. Sudah tabiat orang indonesia bila mencari informasi di internet pengen gampangnya saja. tinggal buka gugle lalu ketik apa yang dimau. boro-boro menghapal alamat blog kita, memanfaatkan fasilitas bookmark dan RSS aja belum semua ngerti.... (at least thats how my experience did)

b. isi blog kamu dengan sesuatu yang mungkin dicari orang-orang. Logikanya, ngapain capek2 bikin diary yang di online-kan bila kamu malu bila dibaca orang. lagi pula, ngapain juga orang-orang ngeliatin blog kamu bila isinya "g penting" buat yang baca. Kasarannya, Sapa Loe... Seleb bukan, Pejabat apa lagi...

c.sering-sering blog walking dan tinggalin komen. sapa tau aja ada yang nyangkut ke blog kamu. dan siapa tau juga om gugle ngelirik blog kamu untuk dimasukan di listing mereka.

d.work with heart. inti dari blog adalah pencurahan perasaan dan pikiran. jadi bisa dibilang self powered by hoby and motovation. Perkara tidak dilirik orang bukan masalah jika niat awalnya adalah untuk sharing pengetahuan, bukan mencari popularitas (apalagi uang). Menurutku popularitas dan teman itu bisa didapat sendiri bila kita rajin ngeblog dan bertandang ke blog orang lain juga.

Individualisme di negeri Sosialisme

Masih ingatkah dulu kita diingatkan untuk mendahulukan kepentingan bersama diatas kepentingan individu? Sepertinya saat ini rasa itu sudah hilang. Semakin banyak saja orang yang egois dan tidak peduli pada sekitarnya. Realitas yang dulu hanya terdapat pada kota metropolitan besar kini semakin jamak saja dijumpai di tempat lain
Menurutku ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini:

Pertama, pengaruh gaya hidup, iklan, dan terutama TELEVISI. Kotak ajaib yang sering menjadi racun bila kita tidak memfilter dengan akal sehat. Gaya hidup yang serba instan dan cepat melunturkan semangat tekun dan sabar, saat ini kita cenderung lebih suka melakukan segala sesuatu dengan proses instan. Bukan berarti ini jelek, hanya saja ada proses tertentu yang harus ditempuh bila ingin hasil lebih. Contohnya adalah budaya mengantri dan mendahulukan orang yang lebih tua. Coba saja lihat di fasilitas umum, kita sering melihat orang berebut antrian dan berdesak-desakan, padahal apabila kita tertib satu persatu maka tidak perlu pakai emosi dan kekerasan, toh apa bila berebut bukan berarti lebih cepat, yang ada hanyalah merampas hak orang lain (ciri-ciri orang tidak berpikiran maju).

Begitu pula iklan yang selalu mencekoki hidup kita kemanapun mata kita melihat di tempat-tempat umum. Iklan yang hampir pasti selalu menipu, menjanjikan fantasi dan utopia bagi jiwa-jiwa yang tidak memfilternya lebih dahulu. Bila kita sudah termakan iklan, bisa dipastikan akan terjebak pada budaya konsumtif, tidak produktif dan hanya menjadi sapi perah bagi industri iklan. Pesan yang ingin disampaikan hanya satu, ”telitilah sebelum membeli”. Apa yang baik menurut iklan belum tentu baik untuk kita, apa yang menjanjikan menurut iklan belum tentu sesuai kebutuhan kita. Jangan diperbudak oleh iklan, jadilah smart buyer

Televisi, hmmm..... mau dibilang apa lagi dengan benda yang satu ini.... TV adalah inti moderenitas (selain listrik tentunya), inti pusat hiburan masyarakat dan inti tempat cuci otak manusia. Satu dari dua orang yang bekerja pasti memiliki TV, ia sudah sedemikian pentingnya sehingga kita sering kecanduan tanpa kehadirannya. Coba perhatikan tayangan televisi nasional kita, apakah isinya ada yang benar-benar bermanfaat? Menurutku hanya 10% yang bisa diambil manfaatnya, sisanya program sampah yang hanya untuk memenuhi rating dan popularitas. Bahkan program berita pun sudah terkontaminasi dengan eksploitasi kekerasan, komersialisasi kriminalitas dan komentator yang tidak memberi pesan yang bermutu. Bicara soal sinetron? Tidak ada untungnya menonton acara ini. Dengan jumlah waktu yang sama, kita bisa melakukan hal lain yang lebih produktif. Kuis? Hanya 30% yang bisa kita serap ilmunya, sisanya adalah penjualan imajinasi kepada penonton. Film? Bila untuk hiburan, boleh-boleh saja. Tetapi bila harus ditunggu-tunggu, nanti dulu... toh bila ketinggalan bisa menonton di lain waktu, lagi pula bisa mencarinya di rental kan?

Kedua, pengaruh teman pergaulan dan keinginan menjadi trendseter yang sering kali salah kaprah. Apa yang sering menjadi trend adalah sesuatu yang berbeda, yang nyeleneh dan sering kali justru menghancurkan nilai-nilai budaya. contoh gampangnya adalah fashion. coba deh diperhatikan (terutama fashion wanita) akhir akhir ini. ditempat publik terutama mall sudah sering kita lihat perempuan memakai busana kurang bahan, entah kekecilan. dan mereka tidak malu untuk menunjukkannya. bila dipikir-pikir, ini pemandangan yang menyejukkan pandangan kaum pria. Namun apa benar demikian? menurutku itu justru menurunkan nilai kekaguman terhadap perempuan itu, menurunkan nilai kecantikannya dan menghilangkan rasa hormat terhadapnya.

Ketiga, pengaruh globalisasi dan global warming. Globalisasi membuat impor budaya tidak pakai kran lagi. Bila kita tidak membentengi diri dengan budaya kita sendiri bisa-bisa kita tersapu oleh arus gobalisasi ini, yang sering kali berlawanan dengan nilai moral yang kita akui. Sedangkan Global warming membuat iklim menjadi panas, dan panas membuat orang sering tidak sabar

Sebagai penutup, apa yang aku sampaikan ini bukan sebagai keluhan atau mempersalahkan sistem yang sudah ada. Kita sudah terlanjur tercebut dalam masalah ini bersama-sama. Toh tidak bisa menghindari air yang sudah terkena di badan. Yang bisa kita lakukan adalah melakukan perubahan pada diri sendiri. Ya, pada diri sendiri, bukan pada orang lain. Karena dengan memberi contoh kepada diri sendiri kita dapat menginspirasi orang lain untuk berbuat yang sama. Jauh lebih efisien daripada menyuruh orang lain tanpa memberi contoh terlebih dahulu.

Kebebasan sebagai fitrah

Seandainya saja manusia tidak memiliki kebebasan maka tidak ada surga dan neraka. Salah satu alasan Tuhan memperkenalkan “institusi” surga dan neraka kepada manusia adalah agar manusia mengerti bahwa manusia itu adalah mahluk yang memiliki pilihan. Dalam agama kita diajarkan bahwa manusia dari awalnya sudah dilahirkan untuk melihat dua sisi yang saling bertolak belakang. Manusia ditakdirkan untuk menentukan pilihan, atau lebih tepatnya memiliki kebebasan untuk memilih. Buktinya, ada surga dan neraka. Seandainya kita tidak diberi anugerah untuk memilih berdasarkan kehendak bebas prbadi tentu tidak perlu ada surga dan neraka, karena jalan hidup manusia sudah pasti arahnya. Karena manusia memiliki pilihan itulah berarti manusia memiliki kebebasan. Dan karena dalam kebebasan itu ada tanggung jawab, maka Tuhan pun memperkenalkan dosa dan pahala sebagai timbangan untuk menakar tanggung jawab manusia.
Lalu apa signifikansinya mengetahui hal ini? Toh dalam dunia yang semakin liberal ini pengetahuan semacam ini sudah mahfum diketahui. Ada beberapa ide yang ingin aku gelontorkan untuk menjadi pemikiran kita semua.
Pertama, adalah dampak langsungnya. Di alam demokrasi indonesia ada berbagai macam ide dan gagasan yang melahirkan beraneka ragam Organisasi Masyarakat (ormas). Masing-masing ormas mengklaim bahwa idenya yang paling tepat dan benar untuk diterapkan sebagai solusi ajaib yang dapat mengeluarkan indonesia dari ketertindasan. Padahal Allah sendiri tidak memaksakan bagaimana teknis pelaksanaannya. Al-Quran sebagai rekaman pesan Allah hanya berisi garis besar mencari jalan keselamatan. Allah tidak mengendaki jalan kebenaran itu harus lewat mana saja. Kata Quraishihab, jadilah muslim yang liberal. Dalam artian jangan berfikir sempit. Bukalah wawasan dalam agama dan muamalah dan cari jalan tengahnya. Islam tidak mengajarkan jalan menuju surga harus lewat jalan A. tetapi boleh lewat jalan B, C, D dst. (asalkan tidak keluar dari syarat yang telah ditetapkan)
Kedua, sebenarnya hidup ini mengikuti pilihan yang diikuti oleh manusia. Manusia mengikuti apa yang dilihat dan dipikirkannya dan membungkusnya kedalam realitas. Kita selalu mendefinisikan hidup yang dijalani dengan pilihan benar atau salah. Apa yang benar menurut kita selalu menjadi petunjuk arah yang kita tuju. Tetapi persepsi tersebut bisa saja berbeda dengan orang lain, oleh karena itu ada yang disebut kebenaran komunal. Kebenaran bersama yang dianggap sebagai sesuatu yang umum diketahui oleh orang banyak, maka lahirlah norma dan kemudian termanifestasikanlah hukum. Lalu apa kaitannya dengan bahasan ini?. Inti yang mau disampaikan adalah, Pilihan yang kita buat bisa jadi pilihan yang sama dibuat oleh orang lain, tetapi apa yang kita anggap baik belum tentu baik menurut orang lain. Jadi, memilih sesuatu dari sesuatu yang lain adalah hak asasi yang paling hakiki. Kita tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain apabila kita tidak ingin diperbuat yang sama.
Tidak ada batasan dalam alam pikiran, baik menyangkut kreasi seni maupun ilmu pengetahuan. Alam pikiran manusia terus berkembang seperti berkembangnya alam semesta. Ideologi lahir, berkembang kemudian digantikan ideologi lainnya. Apa yang benar menurut kita saat ini bisa saja salah di masa depan. Kita terus merevisi pemikiran kita (manusia) sendiri.

Maka dari tanggung jawab itu lahirlah dosa.....