25 Januari 2009

Logika Bunuh Diri

####################################################################
Apakah esensi kehidupan itu…..

Jika setiap mahluk yang telah dilahirkan itu ditakdirkan untuk mati, lantas buat apa kita hidup ?

Buat apa kita diperkenalkan gegap gempita keindahan hidup ini jika pada akhirnya harus diakhiri dengan perpisahan yang menyedihkan.

Apa maksud semua ini, kenyataan ini seperti mimpi indah bercampur mimpi buruk yang tiba-tiba terpotong ketika bangun tengah malam kemudian lupa ketika berusaha mengingat sedang mimpi apa barusan, dengan kata lain hidup ini hanya omong kosong !

Lantas jika beban kehidupan ini harus ku pikul sendirian sehingga ku tak sanggup menghadapinya, lantas buat apa ku harus memperpanjang hidup yang menyedihkan ini, buat apa ku harus menggantungkan harapanku pada sesuatu yang belum tentu datang. Mengapa tidak sekarang saja kuakhiri agar enyahlah sudah kepedihan ini dari hatiku.

Maka demikianlah pembelaan manusia yang memutuskan mengakhiri hidupnya sendiri….

####################################################################


Memang butuh kesedihan dan keterpurukan yang luar biasa untuk sampai pada kesimpulan ini, tetapi banyak dari kita secara tidak sadar pernah sampai pada titik ini meski tidak sampai berani menyatakan diri sendiri untuk mencoba mengakhiri kehidupan. Coba saja renungkan, pasti ada satu dua peristiwa dalam hidup kita yang membuat kita begitu kehilangan semangat hidup lantas mencoba memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk ini.

Bagi sebagian besar orang, bunuh diri adalah perbuatan yang tidak masuk akal, konyol, bodoh, tidak beriman, dan pengecut! Tapi toh ada saja orang yang bunuh diri meskipun ia seorang terpelajar maupun beragama. Pertanyaannya sekarang, bukanlah mencoba memahami apa yang sedang dipikirkan oleh para pelaku “self destruction” itu, tetapi lebih kepada memahami bagaimana mencegah perilaku itu agar kita jangan sampai tertular keputus asaan serupa.

Untuk memulainya, sebenarnya yang perlu dilakukan cukup sederhanya. Cukup bersyukur terhadap apapun yang terjadi dalam kehidupan kita.
Keterpurukan kita, seburuk apapun itu akan menjadi kekalahan jika kita memutuskan untuk berhenti berharap, terus menganggap diri kita sebagai orang terburuk, tersial, tersedih diseluruh dunia. Mengasihani dan menyakiti diri sendiri dalam berbagai rupa sebagaimana yang dianggap banyak orang, justru tidak akan mendekatkan diri kita pada Perubahan nasib. Nasib itu tidak akan peduli, apakah kita merajuk ataupun bergembira. Sebetulnya, dunia beserta isinya inipun tidak akan peduli pada apapun yang kamu keluhkan. Satu-satunya orang yang bisa dimintai pertanggung jawaban adalah kamu sendiri, maka putuskanlah untuk peduli pada nasibmu sendiri.

Jangan pernah kita sampai pada kesimpulan untuk mengakhiri kehidupan tetapi terlalu takut untuk menghadapi kematian secara jantan, lantas memilih cara-cara pengecut seperti mempercundangi diri sendiri, mengasihani diri sendiri, atau mungkin hidup dengan cara seorang pecundang.

Jangan menyerah pada kehidupan ini, karena Tuhan pun tidak berhenti menyerah pada kita, meskipun manusia berbuat dosa yang tak terampuni dan membantah kekuasaannya. Jika kamu termasuk manusia yang memenuhi panggilan Sang Maha lima kali sehari, Bukankah ketika kita sujud itu artinya kita mengakui kekerdilan diri kita dihadapan sang Maha, betapa tidak bermaknanya kekuatan kita dimata sang Maha, tetapi toh itu bukan berarti Tuhan tuhan tidak menganggap kehadiran kita tidak bermakna. Buktinya waktu terus mengalir dan kesempatan selalu datang memberkahi kita dengan kemungkinan-kemungkinan memperbaiki nasib.

Logika bunuh diri. Apakah itu karena kita kurang memahami agama, sehingga pemikiran sempit itu menawarkan jalan pintas mengakhiri hidup ataukah kita terlalu "menghayati" keterpurukan itu sehingga tidak sadar akan keindahan dibaliknya. Seperti kata pepatah, "kamu bisa terus mengeluhkan mengapa mawar memiliki duri, ataukah bersyukur telah memiliki mawar"

Kehidupan ini benar-benar menawarkan begitu banyak keindahan daripada kematian, karena kematian itu begitu misterius dan tak terduga sementara kehidupan itu nyata dan saat ini. Maka bergembiralah dalam kehidupan dan buka mata pada kesempatan. Setiap mahluk yang terlanjur hidup cepat atau lambat pasti akan mati, sebagaimana segala sesuatu yang memiliki permulaan pasti ada akhirnya. Yang menjadi tugas kita sebenarnya bukan mengeluhkan persoalan mengapa ada kehidupan atau kematian, melainkan adalah mengisi kehidupan yang telah dianugerahkan kepada kita untuk berbuat kebaikan, agar kelak dipenghujung nafas, kita tidak menyesal. Bukan menyesali kesalahan-kesalahan yang telah kita perbuat, tetapi lebih kepada penyesalan telah melewatkan banyak kesempatan untuk berbuat kebaikan yang bermanfaat bagi sesama.

Segala permasalahan hidup kita sebetulnya sudah ada jawabannya pada saat permasalahan itu menghampiri kita. Yang perlu kita lakukan adalah membuka mata, mencarinya. Jangan terlalu serius memelototi permasalahan itu, seolah-olah akan hilang begitu saja dengan harapan kita...

Tidak ada komentar: