29 Januari 2009

A hollow Soul

Pagi hari ini kubuka kelopak mata dengan jiwa yang terasa kosong, seperti selongsong peluru yang telah ditinggalkan dari tubuh senjata, kehilangan tujuan setelah diusir pelatuk dan terjatuh di tanah dingin di negeri antah berantah seakan dilupakan begitu saja oleh peradaban. Akupun bertanya, Sia-siakah selama ini nafasku terumbar memburu angin liar kehidupan, kemanakah sesungguhnya penaklukan waktu ini membawaku ? Aku tak henti-henti menghela nafas mencari petunjuk dalam kamus hati ini hanya untuk menemukan diriku telah tersesat...

Ku sadari pagi ini tak ada bedanya dengan pagi-pagi lainnya. Begitu pula dengan kehampaan ini, pernah kurasakan sebelumnya. Hanya saja kala itu aku memutuskan untuk lari menjauh, menenggelamkan kendi kekosongan itu kedalam rutinitas menjemukan seolah-olah tak pernah terjadi. Hanya kemudian menyadari bahwa kehampaan itu tak terpengaruh dengan gravitasi, kembali mengambang terbawa arus kemudian di sungai waktu. Apa yang salah dengan jiwaku ini? Mengapa dada ini seperti berlubang menganga hingga tembus kebelakang, seolah-olah tak dikenal lagi organ hati.

Apakah arti ini semua? Mungkinkah ini pertanda dari Sang Maha, untuk mencari kerinduan yang hilang dari kalender kehidupan? Untuk kembali mempertanyakan tujuan kehidupan, mencari makna keberadaan diri sendiri yang seolah takterjawabkan oleh waktu? Sampai saat ini hidupku hanya disusun oleh bata-bata persepsi, asumsi yang mendefinisikan kenyataan didepan mataku. Konsep menjalani kehidupan yang kabur seperti masa depan yang tak tertebak. Begitu rapuhnya terguncang oleh fantasi dan prasangka.

Aku sendiri hanya berharap hidup ini (mungkin seperti manusia pada umumnya) dapat mencukupkan pengetahuanku, kebutuhan lahir batinku, kemudian bersyukur atas segala nikmat hingga aku dapat menaklukkan keinginan liarku sendiri. Aku berharap hidup ini dapat memberikan manfaat, bukan demi ucapan terima kasih tetapi agar aku bisa mengabdikan waktu ini tidak dengan sia-sia, karena aku sungguh kesepian bila semua keinginkan itu demi aku sendiri. Dan terakhir aku ingin mengenal Tuhan, sebaik beliau mengenalku. Bahwa kusadari hidup ini adalah anugerah terbaik, maka jangan terlalu terlena dengan keterpurukan sementara, masih ada cahaya benerang yang menanti diujung jalan jika kita masih percaya.

Seharusnya tujuanku telah jelas kuikrarkan dahulu, namun kumerasa kehilangan arah dalam mencarinya. Tersesat dalam kebosanan waktu yang mengikis perlahan semangat.
Setiap manusia harus memiliki tujuan, tujuan dalam kehidupan yang harus kita cari sendiri. Kita tidak bisa mengelak dari pencarian ini, sebagaimana kita tak bisa mengelak untuk bertambah tua. Karena tujuan inilah yang mendefinisikan eksistensi kita, kebahagian kita dan jati diri kita. Kita akan terus menerus merasa tak pernah benar-benar bermakna, tersesat mencari kebahagian semu, dan terombang-ambing pendapat orang lain jika tak menemukannya. Jika waktu yang dibentangkan kepada kita hanya satu arah, maka seharusnya tujuan itu harus bermakna, karena kita tidak punya cukup waktu untuk terus menerus mengejar kesia-siaan, seperti yang kadang didendangkan oleh kemalasan kita.

Karena hidup ini hanya sekali, aku bersyukur Keabadian itu bukan milik dunia, karena sungguh kesepiannya menjadi abadi sementara yang lain tidak. Betapa membosankannya hidup jika harus menatap waktu yang terus berubah sementara kita tidak. Meskipun betapa mulianya keinginan menjadi abadi, hidup ini akan lebih bermakna bila kita cukup menjalaninya sekali saja, tidak berulang kali karena hanya membuat makna dan tujuan hidup kita murahan.

End Note :
Manusia cenderung baru mengerti pentingnya sesuatu ketika sesuatu itu telah direnggut darinya. Kita tak harus menunggu sampai benar-benar kehilangan untuk membuktikannya. Maka Tunjukkanlah kita benar-benar menghargainya dengan segera menemukannya kemudian setia padanya,

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Great!
Postingan seperti ini aku paling suka!
Slam kenal ya....!